Memetik Keteladanan Rasulullah SAW dalam Persaudaraan

Juni 07, 2018 rengo dez 0 Comments


Oleh: KH. Fawaid Abdullah*
Rasulullah SAW itu sejak masa kecil selalu senang bersahabat dan berteman dengan siapa saja, tidak pernah sama sekali bermusuhan dengan siapa saja. Rasulullah selalu mengutamakan kemaslahatan dan tidak gegebah dalam melakukan sesuatu sehingga berdampak buruk bagi orang lain, karena persaudaraan adalah segalanya bagi beliau.
Beliau itu selalu menjaga hak mereka dengan sebaik-baiknya muamalah. Baginda Nabi sangat tidak suka mendengar ghibah (gosip/menggunjing) dan namimah (mengadu-domba), provookasi dan lain sebagainya. Beliau sangat melarang segala apapun yang dapat menyebabkan perselisihan dan putusnya pertemanan dan persaudaraan.
Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Nasa’i dari sahabat Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhahu, sesungguhnya Baginda Nabi SAW bersabda, “Allah telah menyayangi Abu Bakar dan menikahkanku dengan putrinya yaitu Siti Aisyah, membawaku ke kampung hijrah, membebaskan Bilal dengan harta bendanya. Hartanya (Abu Bakar) sangat bermanfaat sekali di dalam dakwah Islam”. Itulah betapa sangat berharga sekali persaudaraan dan persahabatan itu.


Baginda Nabi juga sangat cinta persatuan. Beliau sangat tidak suka akan pecah belah dan bercerai berai. Sebagaimana Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Sahabat Anas bin Malik RA, bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Jangan kalian memutuskan Silaturrahim (persahabatan, persaudaraan). Jangan saling membelakangi, jangan saling bermusuhan, dan jangan saling menghasud. Kalian adalah ummat yang bersaudara, tidak halal di antara kalian itu bermusuhan lebih dari tiga hari. Sebagaimana mereka kaum Muhajirin dan Anshor itu sungguh saling bersaudara (bahkan) melebihi dari saudara Nasab.
Abu Bakar bersaudara dengan Kharijah bin Zuhair, Jakfar bin Abi Thalib bersaudara dengan Mu’ad bin Jabal, Umar bin Khattab bersaudara dengan Utban bin Malik, Abdurrahman bin Auf bersaudara dengan Sa’d bin al Rabi’. Sampai-sampai di antara mereka saling mewaris di dalam urusan Harta benda”.
Meninjakkan kaki bersama sahabat di Madinah untuk membangun peradaban baru, Rasulullah malah mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshor agar saling tolong-menolong antar saudara dan menjalin persatuan umat Islam serta menjadi pondasi dasar membangun negara.
Kemudian turun Firman Allah Ta’ala yang berbunyi:
وَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْ بَعْدُ وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا مَعَكُمْ فَأُولَٰئِكَ مِنْكُمْ ۚ وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَىٰ بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. Al Anfal: 75).
Pentingnya persaudaraan di dalam Islam itu sampai diibaratkan seperti satu tubuh. Apabila satu bagian tubuh sakit maka ikut sakit bagian tubuh yang lain, bagaikan sakit panas dan demam. Itulah penting nya betapa persahabatan dan persaudaraan itu menjadi pondasi dan dasar pijakan dalam Islam sebagaimana dicontohkan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW.

*Santri Tebuireng 1989-1999, Ketua Umum IKAPETE Jawa Timur 2006-2009, saat ini sebagai Pengasuh Pesantren Roudlotut Tholibin Kombangan Bangkalan Madura.

0 komentar:

Home Ads

Ceramah Inspiratif