Macam2 Shalawat & Fadilahnya

Maret 21, 2018 rengo dez 0 Comments


Shalawat al-Fatih

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، الْفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ، وَ النَّاصِرِ الْحَقِّ بِالْحَقِّ، وَالْهَادِيْ إِلَى صِرَاطِكَ الْمُسْتَقِيْمِ وَعَلٰى آلِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ العَظِيْمِ

Syekh Ahmad at Tijany berkata: ”Keistimewaan sholawat al-Fatih sangat sulit di terima oleh akal, karena ia merupakan rahasia Allah SWT yang tersembunyi. Seandainya ada 100.000 bangsa, yang setiap bangsa itu terdiri dari 100.000 kaum, dan setiap kaum terdiri dari 100.000 orang, dan setiap orang diberi umur panjang oleh Allah SWT sampai 100.000 tahun, dan setiap orang bersholawat kepada nabi setiap hari 100.000x, semua pahala itu belum dapat menandingi pahala membaca sholawat al-Fatih 1x.”

Adapun Syaikh Muhammad al Budairi al Qudsi mengatakan bahwa siapa yang membacanya setiap hari setelah membaca al-Musabbi’at al-Asyr (sepuluh bacaan yang dibaca tujuh kali), yaitu Ayat Kursy, al Fatihah, al Ikhlas, al Falaq, al Naas, al Kafirun, tasbih-tahmid-tahlil-takbir-hauqalah, shalawat Ibrahimiyah, doa. Maka akan mendapatkan beberapa faidah di antaranya adalah mendapatkan perlindungan dari bahaya di dunia dan di hari dikumpulkan di padang mahsyar, menjadi benteng dari segala keburukan dan celaka.

اللّهُمّ اغْفِرْ لِيْ وَالِوَالِدَىَّ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ يَوْمَ يَقُوْمُ الْحِسَابِ

Serta doa:

 اللّهُمَّ افْعَلْ بِيْ وَبِهِمْ عَاجِلاً وَاجِلاً فِيْ الدِّيْنِ وَالدُّنْياَ وَاْلآخِرَةِ مَآ أَنْتَ لَهُ أَهْلٌ وَلَا تَفْعَلُ بِنَا ياَ مَوْلَانَا مَا نَحْنُ لَهُ أَهْلٌ إِنَّكَ غَفُوْرٌ حَلِيْمٌ جَوَّادٌ كَرِيْمٌ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ

Shalawat al Nariyah/al Tafjiriyah

اللَّهُمَّ صَلِّ صَلاَةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلاَمًا تَامًّا عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ نِالَّذِيْ تُنْحَلُ بِهَ الْعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ الْحَوَائِجُ وَتُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ الْخَوَاتِيْمِ وَيُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ فيْ كُلِّ لَمْحَةٍ وَ نَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ

Barangsiapa yang dicita-citakan, atau ingin menolak yang tidak disukai mereka berkumpul dalam satu majelis untuk membaca shalawat nariyah ini sebanyak 4444 kali, tercapailah apa yang dikehendaki dengan cepat (bi idznillah).

Imam al Qurthubi mengatakan: “Barang siapa membaca shalawat ini (al-Nariyah/al-Tafjiriyah) 41 kali, 100 kali atau lebih, Allah akan melapangkan kesulitannya, mengusir kesedihannya, memudahkan urusannya, menerangi hatinya menurut kadar imannya, meninggikan derajat nya, membaguskan keadaannya, meluaskan rejekinya, membukakan pintu-pintu kebaikan, dan melindunginya dari kehacuran sepanjang tahun, menyelamatkan dari berbagai musibah kelaparan dan kemiskinan, dicintai oleh semua mahluk, dan dikabulkannya doa dari segala doa.”

Shalawat Munjiyat

اللَهُمَّ صَلِّ عَلٰي سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلاَةٌ تُنْجيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ الأهَوَالِ وَالأَفَاتِ وَتَقْضِيْ لَنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ الحَاجَاتِ وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَيِّئَاتِ وَتَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ أَعْلٰى الدَرَجَاتِ وَتُبَلّغُنَا بِهَا أَقْصٰى الغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الخَيْرَاتِ فِيْ الحَيَاةِ وَبَعْدَ المَمَاتِ بِرَحْمَتِكَ ياَ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

Hasan bin ‘Ali al-Aswânî berkata, “Barangsiapa yang membaca shalawat ini dalam setiap perkara penting atau bencana sebanyak seribu kali, niscaya Allah akan melepaskan bencana itu darinya, dan menyampaikan apa yang diinginkannya, terkabul hajatnya.” Diriwayatkan juga dari Ibn al Fakihani, dari Syaikh al Shalih Musa al Darir, berkata bahwa suatu saat beliau pernah berlayar di sebuah laut. Tiba-tiba angin (angin taufan) telah melanda kapal yang beliau tumpangi.

Sedikit manusia yang dapat selamat dari amukan angin tersebut. Banyak orang menjerit-jerit di dalam ketakutan. Tiba-tiba beliau merasa mengantuk dan kemudian tertidur. Dalam tidur, beliau bermimpi bertemu Rasulullah SAW yang mengatakan pada Syaikh al Shalih untuk membaca shalawat munjiyat tersebut. Kemudian beliau dan para penumpang kapal bersama-sama mengucapkannya kira-kira sebanyak 300 kali. Mereka pun selamat dari musibah itu.

Shalawat Nur al Anwar

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى نُوْرِ اْلأَنْوَارِ وَسِرِّ الأَسْرَارِ وَتِرْيَاقِ اْلاَغْيَارِ وَمِفتَاحِ بَابِ الْيَسَارِ سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ نِالْمُخْتَارِ وَآلِهِ اْلأَطْهَارِ وَاَصْحَابِهِ اْلاَخْيَارِ عَدَدَ نِعَمِ اللهِ وَاِفضَالِهِ

Barangsiapa membaca shalawat ini akan mendapatkan apa yang menjadi hajat, menghilangkan problem yang menghimpit, menolak godaan hawa nafsu, setan, dan musuh-musuh manusia lainnya, serta jalan untuk bertemu nabi dalam mimpi.

Sayyid Ahmad al Badwi juga mengatakan jika dibaca setiap selesai shalat fardhu, maka akan terhindar dari segala mara bahaya dan memperoleh rizki dengan mudah. Jika dibaca 7 kali sebelum tidur, insya Allah akan terhindar dari sihir yang dilakukan orang jahat. Jika dibaca 100 kali sehari semalam, akan memperoleh cahaya Illahi, menolak bencana, mendapat rizki lahir batin.

Shalawat al Nuraniyah/Badawi Kubro

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلٰى سَيِّدِناَ وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدٍ شَجَرَةِ اْلأَصْلِ النُّوْرَانِيَّةِ، وَلَمْعَةِ الْقَبْضَةِ الرَّحْمَانِيَّةِ، وَأَفْضَلِ الْخَلِيْقَةِ اْلإِنْسَانِيَّةِ، وَأَ شْرَفِ الصُّوْرَةِ الْجَسْمَانِيَّةِ، وَمَعْدِنِ اْلأَسْرَارِ الرَّبَّانِيَّةِ، وَخَزَائِنِ الْعُلُوْمِ اْلإِصْطِفَائِيَّةِ، صَاحِبِ الْقَبْضَةِ اْلأَصْلِيَّةِ، وَالْبَهْجَةِ السَّنِيَّةِ، وَالرُّتْبَةِ الْعَلِيَّةِ، مَنِ انْدَرَجَتِ النَّبِيُّوْنَ تَحْتَ لِوَائِهِ، فَهُمْ مِنْهُ وَاِلَيْهِ، وَصَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلَيْهِ وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ عَدَدَ مَاخَلَقْتَ، وَرَزَقْتَ وَأَمَتَّ وَأَحْيَيْتَ اِلَى يَوْمِ تَبْعَثُ مَنْ أَفْنَيْتَ، وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًاكَثِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

Imam al Badawi menganjurkan agar orang yang membacanya dalam keadaan suci dan menempatkan diri hadir seakan-akan berada menghadap cahaya Rasulullah Saw. secara istiqamah selama 40 hari, seratus kali setiap hari, maka ia akan mendapatkan cahaya dan kabar yang tidak bisa ia ketahui kecuali atas izin Allah.

Shalawat al Nur al Dzati

اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ نِالنُّوْرِ الذَّاتِيْ وَالسِّرِّ السَّارِيْ فِيْ سَائِرِ الأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ

Imam al Shawi Mengatakan bahwa shalawat yang disusun oleh Syaikh Abu Hasan al Sadzily ini nilainya seperti membaca 100.000 shalawat untuk menghilangkan susah, sedih, dan problem yang berat.

Shalawat Ibrahimiyah

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ و بَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ

Shalawat ini adalah shalawat yang ma’tsur dari Rasulullah Saw., karena banyak Muhaditss dan perawi meriwayatkan hadits yang secara redaksional terdapat shalawat ini. Beberapa ahlul hadits yang meriwayatkan adalah Imam al-Bukhary dan Muslim dalam Shahih mereka, al Tirmidzi, al Nasa’i, Abu Daud, dalam sunan mereka juga meriwayatkan hadits ini, Imam malik dalam al Muwatho’ juga meriwatkannya. Imam al-Hafidz al ‘Iraqy dan al Sakhawy menyebut hadits itu adalah Muttafaq Alaih.

Dalam redaksi hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahih-nya, Rasulullah bersabda:

مَنْ قَالَ هَذِهِ الصَّلاَةَ شَهِدْتُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِالشَّهَادَةِ وَشَفَعْتُ لَهُ

“Barang siapa membaca shalawat ini, maka aku bersaksi untuknya di hari kiamat dengan sebuah persaksian dan memberinya syafa‘at”.

Shalawat Mukhathab

اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ قَدْ ضَاقَتْ حِيْلَتِيْ أَدْرِكْنِيْ يَارَسُوْلَ اللهِ

Faedah membaca shalawat ini adalah untuk meminta pertolongan kepada Allah dengan wasilah Rasulullah SAW untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berat, susah, dan sangat memperihatinkan yang tidak bisa dijangkau oleh pikiran dan tenaga manusia.

Shalawat Thibb al Qulub

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ طِبِّ الْقُلُوْبِ وَدَوَائِهَا وَعَافِيَةِ الأَبْدَانِ وَشِفَائِهَا وَنُوْرِ الأَبْصَارِ وَضِيَائِهَا وَعَلٰى آَلِهِ وَصَحْبِهِ وَبَارِكْ وَسَلِّمْ

Shalawat ini memiliki faedah untuk menyembuhkan penyakit lahir dan batin.

Shalawat  Litausi’i al Arzaq

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً تُوَسِّعُ بِهَا عَلَيْنَا الْأَرْزَاقَ وَيُحْسِنُ بِهاَ لَناَ الْأَخْلَاقَ وَعَلَى آلِهِ وِصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

Shalawat ini memiliki beberapa faedah, diantaranya adalah untuk memperluas rizki dan memperbaiki budi pekerti yang luhur. Hendaknya membaca shalawat tersebut, minimal 41 kali setiap selesai shalat fardhu secara istiqamah.

Selain untuk mendapatkan rizki dan memperbaiki akhlak, shalawat ini juga bisa untuk meminta kepada Allah agar diberikan rahmat dan pertolongan dari bala’, bencana, dan penyakir, dengan membacanya 100 kali setiap selesai shalat fardhu secara istiqamah. Membacanya juga bisa setiap hari sebanyak-banyaknya memohon kepada Allah agar diberikan keselamatan dunia dan akhirat.

Shalawat Hajjiyah

أَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً وَسَلَامًا تُبَلِّغُنَا بِهِمَا حَجَّ بَيْتِكَ الْحَرَامِ وَتَرْزُقُنَا بِهِمَا زِيَارَةَ قَبْرِ نَبِيِّكَ عَلَيْهِ أَفْضَلُ الصَّلَاةِ وَأَزْكَى السَّلَامِ فِيْ لُطْفٍ وَعَفِيَةٍ وَبَرَكَةٍ وَبُلُوْغِ الْمَرَامِ عَدَدَ خَلْقِكَ وَرِضَا نَفْسِكَ وَزِنَةَ عَرْشِكَ وَمِدَادَ كَلِمَتِكَ

Barangsiapa yang ingin mendapatkan rizki yang cukup supaya bisa mengunjungi Bait al-Haram Makkah dan Madinah untuk menunaikan ibadah rukun Islam yang terakhir, maka hendaknya membaca shalawat ini, 1000 kali setiap shalat maghrib dan shubuh secara istiqamah selama maksimal tiga tahun. Namun sebelumnya sebaiknya diawali dengan shalat hajat dua rakaat. Raka’at pertama membaca al-Fatihah, dan surat al-Ikhlas 10 kali, sedangkan raka’at kedua, setelah al Fatihah, membaca surat al Ikhlas 20 kali, kemudian setelah salam membaca istighfar 100 kali. Dilanjutkan dengan memberikan hadiah al Fatihah untuk Baginda Rasullullah SAW. kepada Nabi Ibrahim, Syaikh Abdul Qodir al Jilani. Kemudian baru membaca shalawat tersebut 1000 kali.

Shalawat Badriyah

صَـلاَةُ اللهِ سَـلاَمُ اللهِ *** عَـلٰى طٰـهَ رَسُـوْلِ اللهِ

صَـلاَةُ اللهِ سَـلاَمُ اللهِ *** عَـلَى يـٰس حَبِيْـبِ اللهِ

تَوَ سَـلْنَا بِـبِـسْـمِ اللهِ *** وَبِالْـهَادِيْ رَسُـوْلِ اللهِ

وَ كُــلِّ مُجَـا هِـدِ لِلهِ *** بِأَهْـلِ الْبَـدْرِ  يـَا اَللهُ

إِلٰهِـيْ سَـلِّـمِ اْلاُمـَّة *** مِـنَ اْلآفـَاتِ وَالنِّـقْـمَةَ

وَمِنْ هَـمٍ وَمِنْ غُـمَّـةٍ *** بِأَهْـلِ الْبَـدْرِ يـَا اَللهُ

إِلٰهِـيْ نَجِّـنَا وَاكْـشِـفْ *** جَـمِيْعَ اَذِيـَّةٍ وَاصْرِفْ

مَـكَائـِدَ الْعِـدَا وَالْطُـفْ *** بِأَهْـلِ الْبَـدْرِ يـَا اَللهُ

إِلٰهِـيْ نَـفِّـسِ الْـكُـرَبَا *** مِنَ الْعَـاصِيْـنَ وَالْعَطْـبَا

وَ كُـلِّ بـَلِـيَّـةٍ وَوَبـَا *** بِأَهْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ

فَكَــمْ مِنْ رَحْمَةٍ حَصَلَتْ *** وَكَــمْ مِنْ ذِلَّـةٍ فَصَلَتْ

وَكَـمْ مِنْ نِعْمـَةٍ وَصَلَـتْ *** بِأَهْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ

وَ كَـمْ أَغْـنَيْتَ ذَالْعُـمْرِ *** وَكَـمْ أَوْلَيْـتَ ذَاالْفَـقْـرِ

وَكَـمْ عَافَـيـْتَ ذِاالْـوِذْرِ *** بِأَهْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ

لَـقَدْ ضَاقَتْ عَلٰى الْقَـلْـبِ *** جَمِـيْعُ اْلاَرْضِ مَعْ رَحْبِ

فَانْـجِ مِنَ الْبَلاَ الصَّعْـبِ *** بِأَهْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ

أَتَيـْنَا طَـالِـبِيْ الرِّفْـقِ *** وَجُـلِّ الْخَـيْرِ وَالسَّـعْدِ

فَوَ سِّـعْ مِنْحَـةَ اْلأَيـْدِيْ *** بِأَهْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ

فَـلاَ تَرْدُدْ مَـعَ الْخَـيـْبَةْ *** بَلِ اجْعَلْـنَاعَلٰى الطَّيْبـَةْ

أَيـَا ذَاالْعِـزِّ وَالْهَـيـْبَةْ *** بِأَهْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ

وَ إِنْ تَرْدُدْ فَـمَنْ نَأْتـِيْ *** بِـنَيـْلِ جَمِيـْعِ حَاجَا تِيْ

أَيـَا جَـالِى الْمُـلِـمـَّاتِ *** بِأَهْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ

إِلٰهِـيْ اغْفِـرِ وَاَ كْرِ مْنَـا *** بِـنَيـْلِ مـَطَا لِبٍ مِنَّا

وَ دَفْـعِ مَسَـاءَةٍ عَـنَّا *** بِأَهْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ

إِلٰهِـيْ أَنْـْتَ ذُوْ لُطْـفٍ *** وَذُوْ فَـضْلٍ وَذُوْ عَطْـفٍ

وَكَـمْ مِنْ كُـرْبـَةٍ تَنـْفِيْ *** بِأَهْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ

وَصَلِّ عَلٰى النـَّبِيٍّ الْبَـرِّ *** بـِلاَ عَـدٍّ وَلاَ حَـصْـرِ

وَآلِ سَـادَةٍ غُــــرِّ *** بِأَهْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ

Sholawat ini disusun oleh seorang Kiai asli Indonesia. Beliau bernama KH. Ali Manshur seorang cucu dari KH Muhammad Siddiq dari Jember. Terciptanya sholawat ini lantaran keresahaan beliau memikirkan pergolakan politik yang ada di Indonesia, orang-orang PKI makin kuat di daerah pedesaan dan warga NU (Nahdiyin) mulai terdesak oleh segala intervensi yang dilakukan PKI. Dominasi kekuasaan PKI di Indonesia pun mulai terlihat, mereka sudah mulai berani membunuh Kiai-Kiai yang ada di desa yang menjadi senantiasa menjaga, ngayomi dan bimbing masyarakat di pedesaan.

Shalawat Badriyah sejak lama kerap dilantunkan oleh kaum muslimin jika hendak memulai pengajian atau acara keagamaan lainnya. Dinamakan Shalawat Badriyah karena mengacu kepada bait pengharapan berkah dari para sahabat Nabi yang berperang di perang Badar yang terdapat di Shalawat ini.

Shalawat Badriyah memiliki 28 bait dan mengandung beragam faedah (manfaat) yang besar bagi siapa saja yang mengamalkannya. Di antaranya Shalawat ini untuk memohon keselamatan dan menghilangkan segala kesusahan, kesempitan dan segala yang menyakitkan.

Selain itu, Shalawat Badriyah juga untuk memohon selamat dari bahaya musuh, untuk menangkis orang-orang yang berbuat kemaksiyatan dan kerusakan, dan untuk dihindarkan dari segala marabahaya dan bencana. Shalawat ini juga bisa digunakan untuk keuntungan, meluaskan rizki, mendapatkan keberkahan serta untuk mendapatkan pahala yang besar.

Demikian adalah beberapa jenis dan macam shalawat yang kesemuanya disusun oleh para ulama, sufi, dan kiai. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam

0 komentar:

Wudhu

Maret 20, 2018 rengo dez 0 Comments

Wudlu ; Fardlunya, Kesunahannya, yang

 Membatalkannya dan Tatacaranya


Fadlunya Wudlu ;
  1. Niat dalam hati saat membasuh sebagian dari wajah
  2. Membasuh wajah
  3. Membasuh dua tangan beserta siku-sikunya
  4. Membasuh sebagian kepala
  5. Membasuh dua kaki beserta mata kakinya
  6. Tertib (berurutan)
Kesunahan Wudlu ;
  1. Membaca basmalah
  2. Membasuh dua telapak tangan
  3. Bersiwak (bersikat gigi)
  4. Berkumur
  5. Istinsyaq (menghisap air sengan hidung lalu dikeluarkan kembali)
  6. Mengusap seluruh kepala
  7. Mengusap dua telinga
  8. Menyela-nyelai jenggot (bagi yang berjenggot lebat)
  9. Menyela-nyelai jari-jari tangan dan jari-jari kaki
  10. Menggerak-gerakkan cincin (bagi yang memakai cincin)
  11. Mendahulukan anggota wudlu bagian kanan
  12. Mengulangi basuhan atau usapan sampai tiga kali
  13. Menggosok anggota wudlu yang di basuh dan yang di usap.
  14. Muwalah (terus-menerus)
  15. Berdo’a seperti yang akan di terangkan di bawah nanti.
Hal-hal yang membatalkan wudlu ;
  1. Mengeluarkan sesuatu dari qubul dan dubur, kecuali meengeluarkan mani
  2. Tidur, kecuali sambil duduk dan pantatnya tetap tidak bergeser.
  3. Menyentuh kemaluan (qubul atau dubur) tanpa penghalang dengan telapak tangan bagian dalam.
  4. Hilang akal.
  5. Bersentuhan kulit perempuan yang bukan mahrom
Cara berwudlu ;
  • Membaca basmalah.
  • Mencuci dua telapak tangan sebanyak tiga kali.
  • Berkumur dan memasukkan air ke dalam hidung sebanyak tiga kali.
  • Niat dalam hati bersamaan dengan membasuh sebagian dari muka, berikut ini adalah bacaan niatnya ;
نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلاَصْغَرِ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى
  • Artinya : “ Aku niat wudlu untuk menghilangkan hadas kecil fardu karena Allah Ta'ala”.
  • Membasuh muka tiga kali. Lebar muka dimulai dari telinga sampai telinga yang lain, dan panjangnya dimulai dari tempat tumbuhnya rambut di kepala sampai bawah janggut.
  • Membasuh kedua tangan dari ujung jari sampai siku dimulai dari tangan kanan lalu tangan kiri.
  • Mengusap sebagian kepala atau seluruh kepala dengan cara membasahi kedua tangan dan mengusapkannya ke kepala dimulai dari bagian depan sampai belakang, kemudian kembali ke depan.
  • Mengusap kedua telinga.
  • Membasuh dua kaki tiga kali dari ujung jari sampai mata kaki dimulai dari kaki kanan lalu kaki kiri.
  • Kemudian membaca doa:
اَشْهَدُ اَنْ لآّاِلَهَ اِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَللهُمَّ اجْعَلْنِىْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِىْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ 
  • Artinya : Aku bersaksi sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi sesungguhnya Nabi Muhammad itu adalah hamba dan Utusan Allah. Ya Allah, jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang suci.

0 komentar:

Mbah Ma'shum Lasem dan Buya Abrori Gerning. Kisah Karomah Mbah Ma'shum Lasem

Maret 20, 2018 rengo dez 0 Comments


Sambil memijiti Mbah Ma'shum (Kiai Ma'shum Lasem), sang santri melepaskan pandangannya ke berbagai sudut kamar. Lama dia memandangi apa saja yang nampak di matanya. Dibiarkannya Mbah Ma'shum tidur dalam pijitannya.

Sampai pada satu kesimpulan, yang hanya bisa diungkapkannya dalam hati; jika memang Mbah Ma'shum kiai besar, kenapa tidak ada kitab-kitab yang berjilid-jilid di ndalem atau di kamarnya? Kenapa juga Mbah Ma'shum tidak pernah atau tidak sering terlihat pakai serban yang melilit-lilit kepalanya? Bahkan, kenapa pula Mbah Ma'shum tidak pernah terlihat berdzikir dalam waktu yang lama.....

Tapi, itu ungkapan atau pertanyaan yang hanya ada di dalam hati sang santri. Walau sudah tahun ketiga khidmah kepada Mbah Ma'shum, dia menyadari, sang santri tidak patut mempertanyakan hal itu kepada Sang Kiai. Bahkan sekalipun di dalam hati.
Saat benak dan pikiran sang santri masih kemana-mana, Mbah Ma'shum menggeliat dan langsung memberikan dawuh;

"Ri..., semua kitab-kitabku itu dibawa Ali (Ali Ma'shum Krapyak, Yogja). Jadi kiai itu tidak harus pakai serban, juga tidak harus berdzikir lama. Saya punya toriqoh tersendiri, yaitu hubbul fuqoro' wal masàkìn.....". Dan dawuh-dawuh seterusnya....

Sang Santri pun terperanjat sebab ungkapan hatinya dijawab langsung oleh beliau. Walaupun sudah 3 tahun tinggal di Al-Hidayat Lasem, Sang Santri belum mengetahui konsep Al-'Arif Billàh. Konsep itu, seperti yang sang santri ceritakan kepada saya 10 tahun lalu, dipelajari setelah momen itu dan momen memijit selanjutnya selama 4 tahun--total sang santri khidmah dan tinggal selama 7 tahun.

Selama di Al-Hidayat Lasem itu sang santri bertemu dan bersahabat dengan abah saya, 50 tahun lalu. Selepas dari Pondok Pesantren Al-Hidayat Lasem, abah saya lanjut mondok di Pasuruan. Dan di kemudian hari mendirikan Pondok Pesantren Al Hamidiyyah di Lasem (sebab tabarrukan dengan Kiai Hamid Pasuruan). Sedangkan sang santri tadi mendirikan Pondok Pesantren Al-Hidayat di desa Gerning, kec Tegineneng, (nama diambil sbg Tabarrukan Mbah Ma'shum Lasem) di Pesawaran, Lampung.

KH. Abrori Akwan, nama santri itu, mengabdikan diri kepada umat hingga wafat. Kini pesantren itu dilanjutkan oleh putranya, KH. Ahmad Ma'shum Abror dan saudara-saudaranya.

0 komentar:

Kiprah Ulama dari Sumatra Barat

Maret 20, 2018 rengo dez 0 Comments

Syeikh waliyullah dari Sumatera Barat, seorang ulama kaliber internasional


Ulama Mekkah yang nenek moyangnya berasal dari Padang Sumatra Barat, adalah sosok ulama Indonesia yang namanya Terukir dengan Tinta Emas karena keluasan ilmu yang dimilikinya. Beliau bergelar  “Almusnid Dunya” (ulama ahli sanad dunia), keahlian dalam hal ilmu periwayatan hadist ini, maka banyak para ulama-ulama dunia berbondong-bondong untuk mendapat Ijazah Sanad hadist dari beliau. Bahkan Al-‘Allamah Habib Segaf bin Muhammad Assegaf salah seorang ulama dan waliyulloh dari Tarim Hadromaut  sangat mengagumi keilmuan Syekh Yasin Al-Fadani hingga menyebut Syekh Yasin dengan ”Sayuthiyyu Zamanihi" (imam Al Hafid Assayuthy pada zamannya)
Nama lengkapnya Abu Al-Faidh’ Alam Ad Diin Muhammad Yasin  bin Isa Al-Fadani, lahir di Mekkah tahun 1915. Sejak kecil Syekh Yasin sudah menunjukan kecerdasan yang luar biasa, Bahkan menginjak usia remaja Syekh Yasin mampu mengungguli rekan-rekannya dalam hal penguasaan ilmu hadist, fiqih bahkan para gurunya pun sangat mengaguminya. Syekh Yasin mulai belajar dengan ayahnya  Syekh Muhammad Isa, dilanjutkan ke Ash-Shautiyyah guru-gurunya antara lain Syekh Muhktar Usman, Syekh Hasan Al-Masysath, Habib  Muhsin bin Ali Al-Musawa.
Sekitar tahun 1934 terjadi konflik yang menyangkut nasionalisme, direktur Ash-Shautiyyah telah menyinggung beberapa pelajar asal Asia Tenggara terutama dari Indonesia,  maka Syekh Yasin mengemukakan ide untuk mendirikan Madrasah Darul Ulum di Mekkah, banyak dari pelajar Ash-Shautiyyah yang berbondong-bondong pindah ke Madrasah Darul Ulum, padahal madrasah tersebut belum lama didirikan. Syekh yasin menjabat sebagai wakil direktur Madrasah Darul Ulum Mekkah, disamping itu Syekh Yasin mengajar di berbagai tempat terutama di Masjidil haram. Materi materi yang disampaikan Oleh Syekh Yasin mendapat sambutan yang luar biasa terutama dari para pelajar asal Asia Tenggara. Syekh Yasin juga dikenal sebagai sosok ulama yang sering minta Ijazah dari para ulama-ulama terkemuka sehingga Beliau memilki sanad yang luar biasa banyaknya.

Dan yang sangat menarik adalah sosok Syekh Yasin Al-Fadani adalah kesederhanaannya, walaupun beliau seorang ulama besar namun beliau tidak segan-segan untuk keluar masuk pasar memikul, dan menenteng sayur mayur untuk memenuhi kebutuhan sehari hari. Dengan memakai kaos oblong dan sarung, Syekh Yasin juga sering nongkrong di warung teh sambil menghisap Shisah (rokok arab). tak ada seorang pun yang berani mencelanya karena ketinggian ilmu yang dimiliki Syekh Yasin.  Dan jika musim haji tiba Syekh Yasin mengundang ulama-ulama dunia dan pelajar  untuk berkunjung kerumahnya  untuk berdiskusi dan tak sedikit dari para ulama yang meminta Ijazah Sanad hadist dari Syekh Yasin. Namun biarpun lewat dari musim haji rumah Syekh Yasin pun selalu ramai dikunjungi para ulama dan pelajar.
Ulama kelahiran abad 20 ini menghasilkan karya-karya yang tak kurang dari 100 judul, yang semuanya tersebar dan menjadi rujukan lembaga-lembaga Islam, pondok pesantren, baik itu di Mekkah maupun di Asia Tenggara. Susunan bahasa yang tinggi dan sistematis serta isinya yang padat menjadikan karya Syekh Yasin banyak digunakan oleh para ulama dan pelajar sebagai sumber  referensi. Diantaranya:
  • Pertama, Fathul ‘allam  Syarah dari kitab Hadist Bulughul Maram
  • Kedua, Ad Durr Al-Madhud fi Syarah Sunan Abu Dawud 20 jilid
  • Ketiga, Nail Al-Ma’mul Hasyiah ‘Ala Lubb Al-Ushul Fiqh
  • Keempat, Al Fawaid Al-Janiyah ‘Ala Qawaidhul fiqihiyyah, dan masih banyak karya beliau lainnya.
Beliau banyak dipuji oleh para Ulama dan para gurunya, seperti seorang ulama Hadist bernama Sayyid Abdul Aziz Al-Ghumari menjuluki Syekh Yasin sebagai ulama kebanggaan Haromain (Mekkah dan Madinah).
Prof.Dr. Ali Jum’ah salah satu Mufti Mesir dalam kitab Hasyiyah Al-mam Baijuri A’la Jawahir al  Tauhid  yang di tahqiqnya mengatakan bahwa dia mendapat Ijazah sanad dari Syekh Yasin Al Fadani.
Syekh M Zainuddin sewaktu mengajar di madrasah Ash-Shaulatiyyah mengalami kesulitan dan memaksa dirinya membolak balik berbagai kitab-kitab yang relevan, namun setelah terbitnya Kitab Qowaidhul Fiqih karya Syekh Yasin Al-Fadani menjadi ringanlah segala bentuk kesulitan-kesulitan yang biasa ia alami waktu mengajar.
Syekh Yasin juga sering mengadakan kunjungan-kunjungan keberbagai negara terutama di Indonesia yang merupakan asal dari nenek moyangnya, tak  sedikit dari para ulama-ulama yang bertemu Syekh Yasin ingin dianggap murid oleh beliau dan minta ijazah sanad hadist. Dan kejadian yang menarik adalah sewaktu Syekh Yasin berkunjung ke Indonesia banyak dari para ulama dari berbagai daerah di Indonesai berbondong-bondong menemui Syekh Yasin untuk dianggap murid salah satunya adalah KH Syafi’i Hadzmi. KH. Syafii datang menemui Syekh Yasin Al-Fadani untuk diangkat sebagai murid namun Syekh Yasin menolaknya, bukan karena tidak suka atau ada hal lain. Namun Syekh Yasin Menganggap bahwa dirinya tidak pantas menjadi guru dan beliau mengatakan bahwa dirinyalah yang pantas menjadi Murid KH Syafi”i Hadzami. Syekh yasin menilai bahwa kedalaman ilmu yang dimiliki KH Syafi’i Hadzami tak diragukan lagi. KH Syafi’i Hadzami begitu terkenal namanya di Mekkah sebagai sosok ulama Indonesia yang memiliki keluasan ilmu.
Begitulah sosok Syekh Yasin Al-Fadani yang sangat menghargai para ahli ilmu. Dan pernah salah seorang murid Syekh Yasin Al-Fadani, KH Abdul Hamid dari Jakarta, sewaktu beliau dihadapi kesulitan dalam mengajar beliau mendapat sepucuk surat dari Syekh Yasin Al-Fadani, begitu membuka isi surat tersebut ternyata adalah jawaban dari kesulitan yang dihadapinya. KH Abdul hamid pun heran bagaimana Syekh Yasin bisa tahu kesulitan yang sedang beliau hadapi?
Pernah juga salah seorang Murid Syekh Yasin  di Mekkah menceritakan bahwa dirinya diperintahkan Syekh Yasin untuk dibuatkan teh, setelah teh tersebut diminum dirinya pergi ke Masjidil Haram dan terasa tidak percaya bahwa dirinya melihat Syekh Yasin sedang membawa kitab sehabis  mengajar dari masjidil haram padahal baru tadi Syekh Yasin minum teh dirumahnya.
Syekh Yasin Al-Fadani  tampil sebagai sosok ulama yang mampu mencetak murid-murid yang sangat mencintai ilmu diantara murid Beliau adalah Syekh Muhammad Ismail Zaini  Al-Yamani, Syekh Muhammad Muhktaruddin, Habib Hamid Al-Kaff, KH. Ahmad Damhuri (Banten), KH Abdul Hamid (Jakarta),KH Maimun Zubair (Rembang), KH Sahal Mahfudz (Pati, Jateng), KH. Ahmad Muthohar (Mranggen, Demak), KH Ahmad Muhajirin (Bekasi), KH Zayadi Muhajir, Kh Syafi’i  Hadzami, dan di antara murid-murid yang pernah berguru dan mengambil Ijazah sanad-sanad Hadits dari beliau adalah Al-Habib Umar bin Muhammad (Yaman), Prof Dr.Syekh . Ali Asshabuni (ulama ahli tafsir, Syam), Doctor M. Hasan Addimasyqi, Syekh Isma’il Zain Alyamani, Prof.DR. Ali Jum’ah (Mufti Mesir), Syekh Hasan Qathirji, Tuan Guru H. M. Zaini Abdul-Ghani (Kalimantan) dll…
Masih banyak murid beliau yang tersebar di pelosok penjuru dunia yang meneruskan perjuangan Syekh Yasin Al-Fadani. Bangsa Indonesia pun boleh berbangga bahwa bangsa kita memilki Ulama-ulama yang sangat terkenal dan diakui ketinggian ilmunya di Mekkah maupun di dunia Sebut saja Syekh Muhammad  Nawawi Al Bantani, Syekh Mahfudz Termas, Syekh Baqir bin Nur Al Jogjawi, Syekh Yasin Al-Fadani (Padang), Syekh Ahmad Khatib Sambas (Kalimantan), Syekh Muhammad Zainuddin Al-Fanshuri (Lombok) dan  lain-lain.
Tahun 1990 Syekh Yasin Al-Fadani  dipanggil menghadap Allah SWT, seluruh dunia merasa kehilangan sosok ulama hadist yang mumpuni dan menjadi sumber rujukan ilmu. Dan  kebesaran Allah ditampakan oleh para hadirin yang hadir dalam prosesi penguburan ulama besar tersebut. Begitu Jenazah dimasukkan ke liang lahat  bukan liang yang sempit dan lembab yang tampak tapi liang tersebut berubah menjadi lapangan yang luas membentang disertai dengan semerbak wewangian  yang harum dan menyegarkan. Subhanalloh Ya Allah jadikan para ulama-ulama Indonesia saat ini menjadi ulama-ulama yang istiqomah, yang berjuang mensyiarkan agama Allah dengan penuh keikhlasan seperti ulama-ulama terdahulu yang telah Engkau Rahmati Amiiiiin.
Mengenang Syekh Yasin al-Fadani

Syekh Muhammad Yasin Bin Muhammad Isa Al-Fadani lahir di kota Mekah pada tahun 1917 dan wafat pada tahun 1990. beliau adalah ulama besar yang pernah sekolah di Madrasah Shaulatiyyah. Beliau adalah pencetus ide berdirinya Madrasah Darul-Ulũm sekaligus menjadi murid pertama madrasah itu.
Konon sebab tercetusnya ide membangun Madrasah tersebut disebabkan karena tindakan dan perlakuan direktur Madrasah Shaulatiyyah yang sangat menyinggung (hususnya) pelajar yang kebanyakan dari Asia Tenggara saat itu. Hal ini terbukti dengan berpindahnya 120 orang pelajar dari Shaulatiyyah ke Madrasah Darul-Ulum yang baru didirikan. Ini hampir tidak pernah dialami oleh Madrasah-madrasah yang baru dibuka mendapat murid yang begitu banyak sebagaimana Darul-Ulũm.
Dalam sebuah situs  dinyatakan bahwa pada tahun 1934, karena suatu konflik yang menyangkut kebanggaan nasional orang Indonesia, guru dan murid ‘Jawah’ telah keluar dari Shaulatiyah dan mendirikan madrasah Darul Ulum di Makkah.
Mengenai kesehari-harian beliau, dari cerita yang saya dengar dari ayah saya, yaitu Ustaz Sukarnawadi H. Husnuddu’at: “Syekh Yasin orangnya santai, sederhana, tidak menampakkan diri, sering muncul menggunakan kaos biasa, sarung, dan sering nongkrong di “Gahwaji” untuk Nyisyah (menghisap rokok arab)… tak seorangpun yang berani mencela beliau karena kekayaan ilmu yang beliau miliki… Yang ingkar kepada beliau hanyalah orang-orang yang lebih mengutamakan tampang dhahir daripada yang bathin…
PUJIAN PARA ULAMA

Syekh Zakaria Abdullah Bila teman dekat pendiri Nahdlatul Wathan yaitu Syekh M. Zainuddin pernah berkata, “waktu saya mengajar Qawa’idul-Fiqhi di Shaulatiyyah, seringkali mendapat kesulitan yang memaksa saya membolak balik kitab-kitab yang besar untuk memecahkan kesulitan tersebut. Namun setelah terbit kitab Al-Fawa’idul-Janiah karangan Syekh Yasin… menjadi mudahlah semua itu, dan ringanlah beban dalam mengajar.
Seorang ahli Hadits dari Maroko yang terkenal bernama AsSayyid Abdul Aziz Al-ghumari Al Hasani pernah memuji dan menjuluki beliau sebagai kebanggaan Ulama Haramain dan sebagai Muhaddits.
Prof .Doctor Abdul Wahhab bin Abi Sulaiman (Dosen Dirasatul ‘Ulya Universitas Ummul Qura) di dalam kitab: الجواهر الثمينة في بيان أدلة عالم المدينة berkata: Syekh Yasin adalah Muhaddits, Faqih, Mudir Madrasah Darul-Ulum, pengarang banyak kitab dan salah satu Ulama Masjid Al-Haram…
Syekh Umar Abdul-Jabbar berkata didalam surat kabar Al-Bilad (jumat 24 Dzulqaidah 1379H/ 1960M): “…bahkan yang terbesar dari amal bakti Syekh Yasin adalah membuka madrasah putri pada tahun 1362H. Dimana dalam perjalanannya selalu ada rintangan, namun beliau dapat mengatasinya dengan penuh kesabaran dan ketabahan…
Assayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Abdurrahman Al-Ahdal sebagai Mufti negeri Murawah Yaman saat itu, mengarang sebuah syiir yang panjang husus untuk memuji Syekh Yasin Al-Fadani Berikut saya nukilkan satu bait saja yang berbunyi:
أنت في العلم والمعاني فريد…… وبعقد الفخار أنت الوحيد

“Engkau tak ada taranya dalam ilmu dan hakekat, Dibangun orang kejayaan kaulah satu-satunya yang jaya”.
Doctor Yusuf Abdurrazzaq sebagai dosen kuliah Ushuluddin Universitas Al-Azhar cairo juga memuji beliau dengan perkataan dan syiir yang panjang, saya nukilkan satu bait saja yang bunyinya:
أنت فينا بقية من كرام……لا ترى العين مثلهم إنسانا

“Engkau di tengah kami orang terpilih dari orang terhormat, tak pernah mata melihat manusia seumpama mereka.”

Ustaz Fadhal bin M. bin Iwadh Attarimi-pun berkata:
فيا طالب العلم لب نداء……ياسين وافرح بهذا القرى

“Wahai pencari ilmu sambutlah panggilan Yasin, bergembiralah dengan sajian yang ia sajikan,”
Doctor Ali Jum’ah yang menjabat sebagai Mufti Mesir dalam kitab Hasyiah Al-Imam Al-Baijuri Ala Jauharatittauhid yang ditahqiqnya, pada halaman 8 mengaku pernah menerima Ijazah Sanad Hadits Hasyiah tersebut dari Syekh Yasin yang digelarinya sebagai مسند الدنيا (Musnid Addunia)…
Al-Habib Assayyid Seggaf bin Muhammad Assagaf seorang tokoh pendidik di Hadramaut (pada tahun 1373H) menceritakan kekaguman beliau terhadap Syekh Yasin, dan menjulukinya sabagai “Sayuthiyyu Zamanihi”. Beliau juga mengarang sebuah syiir untuk memuji beliau, berikut saya nukilkan dua bait saja yang bunyinya sebagai berikut:

لله درك يا ياسين من رجل……أم القرى أنت قاضيها ومفتيها

في كل فن وموضوع لقد كتبا ……يداك ما أثلج الألباب يحديها

“Bagus perbuatanmu hai Yasin engkau seorang tokoh,
dari Ummul Qura engkau Qhadi dan Muftinya.”
“Setiap pandan judul ilmu tertulis dengan dua tanganmu,
Alangkah sejuknya akal pikiran rasa terhibur olehnya.”

Assayyid Alawi bin Abbas Al-Maliki sebagai guru Madrasah Al-Falah dan Masjid Al-Haram, Syekh M. Mamduh Al-Mishri dan Al-Habib Ali bin Syekh Bilfaqih Siun Hadramaut dan Ulama lainnya, pernah memuji karangan-karangan beliau…
Doctor Yahya Al-Gautsani bercerita, pernah ia menghadiri majlis Syekh Yasin untuk mengkhatam Sunan Abu Daud. Ketika itu hadir pula Muhaddits Al-Magrib Syekh Sayyid Abdullah bin Asshiddiq Al-Gumari dan Syekh Abdussubhan Al-Barmawi dan Syekh Abdul-Fattah Rawah.
Seorang tokoh agama Najd dari Ibukota Riyadh (Pusat Paham Wahabi) yaitu Jasim bin Sulaiman Addausari pada tahun 1406H pernah berkata:

أبلغوا مني سلاما من صبا نجد……ذكيالأبي الفيض فداني
مسند الوقت بعيد عن نزول……هابط أما لما يعلو فداني
فدى أسر الروايات فلوتنطق……لقالت: علم الدين فداني

KARYA TULIS & MURID-MURID BELIAU

Jumlah karya beliau mencapai lebih dari 97 Kitab, di antaranya 9 kitab tentang Ilmu Hadits, 25 kitab tentang Ilmu dan Ushul fiqih, 36 buku tentang ilmu Falak, dan sisanya tentang Ilmu-ilmu yang lain…
Di antara murid-murid yang pernah berguru dan mengambil Ijazah sanad-sanad Hadits dari beliau adalah Al-Habib Umar bin Muhammad (Yaman), Syekh M. Ali Asshabuni (Syam), Doctor M. Hasan Addimasyqi, Syekh Isma’il Zain Alyamani, Doctor Ali Jum’ah (Mesir), Syekh Hasan Qathirji, Tuan Guru H. M. Zaini Abdul-Ghani (Kalimantan) dll…
Dan di antara murid-murid beliau yang di samping mengambil Sanad Hadits, mendapatkan Ijazah ‘Ammah dan Khasshah, juga diberi izin untuk mengajar di Madrasah Darul-Ulum adalah: H. Sayyid Hamid Al-Kaff, Dr. Muslim Nasution, H.Ahmad Damanhuri, H.M.Yusuf Hasyim, H.M. Abrar Dahlan, Dr. Sayyid Aqil Husain Al Munawwar dll. 
KEKERAMATAN BELIAU

Seseorang bernama Zakariyya Thalib asal Syiria pernah mendatangi rumah Syekh Yasin Pada hari jumat. Ketika Azan jumat dikumandangkan, Syekh Yasin masih saja di rumah, ahirnya Zakariyya keluar dan solat di masjid terdekat. Seusai solat jum’at, ia menemui seorang kawan, Zakariya pun bercerita pada temannya bahwa Syekh Yasin ra. tidak solat Jum’at. Namun dibantah oleh temannya karena kata temannya, “kami sama-sama Syekh solat di Nuzhah, yaitu di Masjid Syekh Hasan Massyat ra. yang jaraknya jauh sekali dari rumah beliau”…
H.M. Abrar Dahlan bercerita, suatu hari Syekh Yasin pernah menyuruh saya membikin Syai (teh) dan Syesah (yang biasa diisap dengan tembakau dari buah-buahan/rokok tradisi bangsa arab). Setalah saya bikinkan dan syekh mulai meminum teh, saya keluar menuju Masjidil-Haram. Ketika kembali, saya melihat Syekh Yasin baru pulang mengajar dari Masjid Al-Haram dengan membawa beberapa kitab… saya menjadi heran, anehnya tadi di rumah menyuruh saya bikin teh, sekarang beliau baru pulang dari masjid.
Dikisahkan ketika K.H.Abdul Hamid di Jakarta sedang mengajar dalam ilmu fiqih “bab diyat”, beliau menemukan kesulitan dalam suatu hal sehingga pengajian terhenti karenanya… malam hari itu juga, beliau menerima sepucuk surat dari Syekh Yasin, ternyata isi surat itu adalah jawaban kesulitan yang dihadapinya. Ia pun merasa heran, dari mana Syekh Yasin tahu…? Sedangkan K.H.Abdul Hamid sendiri tidak pernah menanyakan kepada siapapun tentang kesulitan ini..!
Syekh. Mukhtaruddin asal Palembang bercerita, pernah ketika pak Soeharto sedang sakit mata, beliau mengirim satu pesawat khusus untuk menjemput Syekh Yasin. Ahirnya pak Soeharto pun sembuh berkat do’a beliau. .
Semoga Allah swt. merahmati beliau, amin ya Rabbal-Alamin….
Al Fatihah…. 
**dari berbagai sumber....wallahu’alam

0 komentar:

Inilah 4 Ulama Besar Kerajaan Aceh yang Sangat Berpengaruh

Maret 19, 2018 rengo dez 0 Comments

Inilah 4 Ulama Besar Kerajaan Aceh yang Sangat Berpengaruh



Sejak dahulu negri Aceh sudah dikenal sebagai negeri islam yang banyak terdapat para wali Allah dan ulamanya. oleh sebab itu wajarlah jika Rasulullah pernah menyebut nama Aceh sebagai negeri para ulama, hingga hari ini yang kita kenal sebagai negeri Serambi Mekkah. (baca artikel : Inilah Bukti Bahwa Rasulullah Pernah Menyebut Nama Aceh). Ada banyak ulama masyhur di Aceh namun disini hanya disebutkan 3 ulama besar saja, karena dari 3 ulama ini para ulama-ulama lain berasal dari mereka. Lalu siapakah ulama tersebut ? berikut penjelasannyanya : 

Syeikh Hamzah Fanzuri

Beliau adalah tokoh sufi yang terkenal di Aceh. Hamzah Fansuri di lahir dilahirkan di Fansur Singkil, Aceh. Beliau hidup pada zaman pemerintahan Sulthan Alaiddin Riayatsyah IV (1589 – 1604 M/997 – 1011 H) hingga awal pemerintahan Sulthan Iskandar Muda Mahkota Alam. Beliau banyak merantau untuk menuntut ilmu hingga ke Jawa, Semenanjung Tanah Melayu, India, Parsi dan Semenanjung Arab. Beliau ahli dalam ilmu fiqh, tasawuf, falsafah, sastra, mantiq, sejarah dan lain-lain, serta fasih berbahasa Arab, Urdu, Parsi di samping bahasa Melayu dan Jawa.

Para Sarjana tidaklah meragukan keadaan pribadinya, dapat dipastikan bahwa ia dan Syamsuddin Sumatrani merupakan dua tokoh sufi yang sepaham dan hidup lebih dahulu dari dua ulama terkemuka lainnya yang pernah hidup di Aceh, yakni Abdurrauf Singkil Fansuri dan Nuruddin Ar-Raniry.

Riwayat hidupnya tidak banyak diketahui. Ia diperkirakan telah menjadi penulis pada masa kesultanan Aceh Sultan Alaiddin Riayatsyah IV. Beliau menyebutkan Sultan Alaiddin selaku sultan yang ke-4 dengan sayyid mukammil sebagai gelarnya. Hal keadaan ini sebagai isyarat yang terlihat dalam syairnya yang berbunyi sebagai berikut:

Hamba mengikat syair ini
Di bawah hadhrat Raja yang wali
Syah Alam raja yang adil, raja kutub sempurna kamil
Wali Allah sempurna wasil, Raja arif lagi mukammil

Tentang dirinya beliau bersyair:

Hamzah ni asalnya fansuri
Mendapat wujud di tanah syahr nawi
Beroleh khilafat ilmu yang ali
Dari pada Abdul Qadir Sayyid Jailani

Syahr Nawi mengisyaratkan beliau lahir di tanah Aceh. Konon saudara Hamzah Fansuri bernama Ali Fansuri yakni ayah dari Abdurrauf Singkil Fansuri.

Ketika pengembaraannya selesai dari Kudus, Banten, Johor, Siam, India, Persia, Irak, Makkah dan Madinah, untuk mencari ilmu makrifat terhadap Allah SWT. Ia kembali ke Aceh dan mengajarkan ilmunya. Mula-mula ia berdiam di Barus, lalu di Banda Aceh yang kemudian ia mendirikan Dayah (pesantren) di Oboh Simpang Kanan Singkil dan di Oboh itulah (ada yang mengatakan antara Singkil dengan Rundeng) beliau di makamkan di sebuah kuburan di desa ini dan dipandang oleh masyarakat banyak sebagai kuburan Hamzah Fansuri.

Bersama-sama dengan Syeikh Syamsuddin Sumatrani, Hamzah Fansuri adalah tokoh aliran wujudiyah (seorang alim yang telah sampai kepada makrifat wahdatul wujud). Ia dianggap sebagai guru Syamsuddin Sumatrani, dimana ia kerapkali mengutip ungkapan-ungkapan Hamzah Fansuri. Bersama dengan muridnya ini Hamzah Fansuri dituduh menyebarkan ajaran sesat oleh Nuruddin Ar-Raniry pada ketika Nuruddin Ar-Raniry menjadi mufti kerajaan yang berpengaruh di istana Sultan Iskandar Tsani, pada hal karya Hamzah Fansuri musnah dibakar pada zaman Sultanah Safiatuddin. Kebanyakan dari karangan beliau menulis tentang ilmu tauhid, ilmu suluk, ilmu thariqat, ilmu tasawuf dan ilmu syara’. Beliau adalah anak dari seorang ulama besar terkemuka di Barus, dan Fansuri di negeri Barus terkenal sebagai pusat ilmu pengetahuan yang letaknya di selatan Aceh.

Hal keadaan di atas telah diungkapkan oleh Prof. DR. Syekh Muhammad Naquib Al-Attas, dalam bukunya The Mysticism of Hamzah Fansuri.

Syamsuddin as-Sumatrani


Beliau adalah tokoh ulama besar dan pengarang di Aceh. Nama lengkapnya ialah Syekh Syamsuddin bin Abdillah as Sumatrani; sering juga disebut Syamsuddin Pasee. Dia adalah ulama besar yang hidup di Aceh pada beberapa dasa warsa (sepuluh tahun) terakhir abad ke-16 dan tiga dasa warsa pertama abad ke-17.

Gurunya yang utama ialah Hamzah Fansuri dan pernah belajar dengan Pangeran Sunan Bonang di Jawa. Beliau menguasai bahasa Melayu-Jawa, Parsi dan Arab. Antara cabang ilmu yang dikuasainya ialah ilmu tasawuf, fiqh, sejarah, mantiq, tauhid, dan lain-lain. Pada masa pemerintahan Sultan Alaiddin Riayatsyah IV dan Sultan Iskandar Muda, beliau memegang jabatan yang tinggi dalam Kerajaan Kesultanan Aceh. Beliau dilantik sebagai penasehat kepada kedua sultan tersebut. Beliau juga pernah diangkat menjadi qadi malikul adil yaitu satu jabatan yang terdiri dalam Kerajaan Aceh (orang yang kedua penting dalam kerajaan).  Beliau mengetuai Balai Gading (balai khusus yang di anggotai oleh tujuh orang ulama dan delapan orang ulee balang), di samping menjadi Syekh pusat pengajaran Baiturrahman.

Sekalipun mengikut faham aliran tasawuf wahdatul wujud, namun beliau berlaku adil dalam menjalankan hukum-hukum yang difatwakannya. Keahliannya diakui oleh semua pihak termasuk musuhnya Syekh Nuruddin. Beliau meninggal dunia pada tahun 1630 M pada zaman Sultan Iskandar Muda. Banyak karangan-karangan beliau dan fatwa-fatwa beliau diantaranya Syarah Ruba’i Fansuri (uraian terhadap puisi Hamzah Fansuri), dan lain-lain.

Wal hasil beliau adalah seorang ulama besar fiqh dan tasawuf. Dalam hal ini seorang pelaut Belanda bernama Frederick de Houtman (1599M/1008H) yang ditawan di Banda Aceh, dia menyebutkan dalam bukunya tentang Syamsuddin Sumatrani adalah seorang Syekh, penasehat agung raja.

Demikian juga Duta Kerajaan Inggris Sir James Lancaster yang datang ke istana Sultan Aceh (1602 M/1011 H) menyebutkan bahwa Syamsuddin Sumatrani adalah chiefe bishope (imam kepala) yang dihormati raja dan rakyatnya, bijaksana dan berwibawa dan ikut dalam perundingan antara perutusan Inggris dan pihak Aceh. Para peneliti cenderung pada kesimpulan bahwa Syekh yang menjadi penasehat agung raja itu dan imam kepala tersebut tidak lain dari pada Syekh Syamsuddin Sumatrani. Bahkan ada sarjana yang menetapkan bahwa Syekh ini baik pada masa Sultan Alaiddin Riayatsyah IV (1589 – 1604 M/997 – 1011 H) maupun pada masa Sultan Iskandar Muda (1607 – 1636 M/1016 – 1045 H) diangkat menjadi Qadi Al Malikul Adil, orang kedua dalam barisan ulama besar Aceh pada zaman dahulu.

Demikian kebesaran Syamsuddin Sumatrani, mudah-mudahan dalam waktu yang tidak lama, Insya Allah Bapak Gubernur Aceh Irwandi Yusuf memperkenankan undangan Ketua Menteri Melaka untuk meresmikan penanaman batu nisan pada kuburan Syeikh Syamsuddin Sumatrani. Undangan ini sudah lama dan insya allah dalam waktu singkat beliau mempunyai waktu untuk upacara terhormat atas Syamsuddin Sumatrani yang syahid di Melaka. Dan mudah-mudahan beliau dengan rakyat Aceh diberikan berkah oleh Allah dalam memimpin Nanggroe Aceh Darussalam ini.


Syekh Nuruddin ar-Raniry



Nama lengkapnya ialah Nuruddin Muhammad bin Ali bin Hasanji bin Muhammad Hamid Ar-Raniry Al Quraisyi Asy Syafi’ie. Ia wafat pada 22 Zulhijjah 1069 H/21 September 1658 M di negeri kelahirannya di kota pelabuhan Ranir (Rander) Gujarat India, tetapi tidak diketahui tahun kelahirannya. Beliau seorang ulama besar, penulis, ahli fikir, dan Syekh Thariqat Rifa’iyyah di India yang merantau dan menetap di Aceh. Ia lahir sekitar pertengahan ke dua abad ke-16. Pendidikan awalnya dalam masalah keagamaan ia peroleh di tempat kelahirannya sendiri.

Kemudian ia melanjutkan pendidikan ke Tarim Arab Selatan. Kota ini adalah pusat studi ilmu agama pada masa itu. Setelah menunaikan ibadah haji dan ziarah ke makam Nabi SAW pada 1621 M (1030 H), ia kembali ke India. Setelah kembali ke India dan mengajar di samping sebagai Syekh Thariqat Rifa’iyyah ia merantau ke nusantara dan memilih Aceh sebagai tempat menetap. Ia datang ke Aceh karena itu telah Aceh berkembang menjadi pusat perdagangan, kebudayaan dan politik serta pusat studi agama Islam di kawasan Asia Tenggara menggantikan Melaka yang telah jatuh kepada penguasaan portugis. Mungkin juga ia mau mengikuti jejak pamannya, Syekh Muhammad Jailani bin Muhammad Hamid Ar-Raniry yang telah tiba di Aceh pada 1588 M berkat kesungguhannya ia berhasil menjadi ulama besar yang berpengatahuan luas dan tercatat sebagai Syekh Thariqat Rifa’iyyah dan bermazhab syafi’ie dalam lapangan fiqh.

Pada tahun 1621  atau 1030 H ia berada di Makkah dan Madinah dalam rangka menunaikan ibadah haji dan setelah kembali ke India. Setelah itu untuk kali yang kedua ia kembali ke Aceh. Pada tahun 1620-an (1030-an H) dan menelaah faham wujudiyah yang sedang berkembang di kalangan murid-murid Syekh Syamsuddin Sumatrani. Hubungan baik Ar-Raniry dengan Sultan Iskandar Tsani di Aceh memberi peluang kepadanya untuk mengembangkan ajaran dan faham mistik yang dibawanya. Peluang itu lebih berkembang lagi terutama setelah ia diangkat sebagai mufti kerajaan Aceh. Ia menentang faham wujudiyah yang sesat yang berkembang di Aceh pada waktu itu. Jadi untuk menyanggah pendapat dan faham wujudiyah yang sesat itu ia sengaja menulis beberapa kitab di samping juga ia menyanggah ajaran wujudiyah yang sesat yang tidak sejalan dengan ajaran wujudiyah Hamzah Fansuri dan Syamsuddin Sumatrani.

Al Quraisyi pada laqab namanya menunjukkan ia dari kabilah yang besar dan terhormat yaitu Quraisy. Asy Syafi’ie mengungkapkan bahwa ia bermazhab Syafi’ie yang tidak perlu diragukan oleh rakyat Aceh. Ia berthariqat dengan thariqat Rifa’iyyah menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara dia dengan Hamzah Fansuri, Syamsuddin Sumatrani dan Abdurrauf al Fansuri karena sama-sama penganut thariqat suffiyah dan bermazhab Imam Syafi’ie r.a.

Namun yang sangat ditentangkan olehnya adalah para pengikut wujudiyah yang sesat. Dengan demikian maka tidak ada perbedaan antara dia dengan Hamzah Fansuri dan Syamsuddin Sumatrani. Mungkin sejarawan yang lain seperti menulis ada pertentangan menurut saya antara ulama-ulama besar itu tidak ada sesat menyesatkan antara mereka dan terjadi perbedaan politik oleh karena ada kaitan dengan kerajaan itu  sah-sah saja. Kalaupun ada pertentangan ada pertentangan antara keduanya bukanlah perbedaan dalam masalah syariat, thariqat dan hakikat, akan tetapi tidak lebih untuk kepentingan rakyat dan kerajaan semata karena masa senantiasa berubah. Dan setelah meninggal Sultan Iskandar Tsani maka kedudukannya selaku qadi malikul adil dilanjutkan pada Sultanah Ratu Saifatuddin (1641 – 1675 M) di samping beliau menjadi guru besar ilmu-ilmu pengetahuan Islam di mesjid Raya Baiturrahman.

Syekh Abdurrauf As Singkily


Beliau adalah salah satu dari empat ulama terkemuka yang pernah muncul di Aceh pada abad ke-17. Sedang yang tiga lagi adalah Hamzah Fansuri, Syamsuddin Sumatrani dan Nuruddin Ar-Raniry. Para ahli sejarah memperkirakan bahwa ia lahir sekitar 1615 M (1035 H) di Singkil yang terletak di ujung paling selatan pantai barat Aceh, sekampung dengan Syekh Hamzah Fansuri dan juga putra dari saudara Syekh Hamzah Fansuri sendiri. Ia tumbuh dan berkembang sebagai calon ulama di Aceh pada masa negeri itu sedang berada dalam puncak kejayaan di bawah pimpinan sultannya yang terbesar, Sultan Iskandar Muda.

Demi untuk lebih memperdalam atau memperluas pengetahuan agamanya, ia berangkat ke negeri Arab sekitar tahun 1643 M (1064 H) pada saat negeri Aceh dipimpin oleh Sultanah Safiatuddin yang berada kekacauan politik dan pertentangan paham keagamaan.

Abdurrauf tidak segera langsung menuju Mekkah, tapi terlebih dahulu bermukim pada banyak tempat yang menjadi pusat-pusat pendidikan agama di sepanjang jalur perjalanan haji. Setelah beliau sampai di Mekkah dan Madinah beliau melengkapi ilmu lahir (ilmu Al-Qur’an, tafsir, hadits, fiqh) yang telah dimilikinya dan dilengkapi pula dengan ilmu, yakni tasawuf dan thariqat. Setelah belajar di Madinah pada Syekh Thariqat Syatthariyah Ahmad Al Qusyasyi (wafat 1661 M/ 1082 H) dan kemudian pada khalifah atau penggantinya IbrahimAlqur’ani, beliau memperoleh ijazah dari pimpinan thariqat tersebut. Ini berarti ia telah beroleh pengakuan dan hak untuk mengajarkan Thariqat Syatthariyah itu pada orang lain atau untuk mendirikan cabang baru pada tempat lain. Banyak guru-guru besar yang ia mendapatkan ijazah ilmu pengetahuan dari padanya selama 19 tahun ia menuntut ilmu pengetahuan itu. Ia pulang ke Aceh sebagai seorang ulama yang luas dalam ilmunya. Menurut perkiraan para ahli sekitar tahun 1662 M (1083 H), boleh jadi peranannya sebagai pengajar thariqat Syatthariah telah dimulainya di Madinah, menjelang pulang ke Aceh, seperti yang disimpulkan oleh Snouck Houghranje dari penelitiannya atas silsilah-silsilah thariqat, yang tidak hanya tersebar di Sumatra tetapi juga di Jawa, yang sudah pasti beliau sesudah berada di Aceh, aktif mengajar dan tercatat sebagai ulama Indonesia yang menjadi mata rantai pertama dalam silsilah thariqat Syatthariah yang mengajar di Sumatra, Jawa atau tempat-tempat lain di Indonesia. Ia mengajar di Kuala atau muara krueng Aceh sampai wafat di sana pada tahun 1693 M (1105 H). Karena mengajar dan berkubur di kuala Aceh ia kemudian dikenal oleh masyarakat Aceh dengan sebutan Syiah Kuala. Selain mengajar ia juga menjalankan tugasnya sebagai mufti kerajaan Aceh Darussalam pada masa pemerintahan Sultanah Safiatuddin (1641 - 1675 M). Banyak karangan beliau baik dalam ilmu tafsir dan kitab tafsir pertama yang dihasilkan di Indonesia dan ilmu-ilmu lain.

Seperti halnya Syamsuddin Sumatrani dan Nuruddin Ar-Raniry, Abdurrauf As Singkili, beliau juga menganut faham wahdatul wujud yang benar, yakni bahwa satu-satunya wujud hakiki adalah Allah, sedangkan alam adalah ciptaannya bukanlah wujud hakiki, tetapi wujud bayangan yakni bayangan dari wujud hakiki. Dengan demikian bahwa tuhan lain dari alam atau alam lain dari tuhan. Kendati begitu antara bayangan alam dengan yang memancarkan bayangan (Tuhan) itu terdapat keserupaan pada alam yang tampak ini. Tuhan menampakkan diri-Nya (tajalli) secara tidak langsung. Pada manusia khususnya sifat-sifat tuhan secara tidak langsung menampakkan diri dengan sempurna dan relatif sempurna pada insan kamil (manusia sempurna). Tujuan thariqat yang diajarkannya tidak lain dari memfanakan (menyinarkan) apa saja selain Allah dari kesadaran batin manusia melalui pengamalan beberapa macam zikir.  

0 komentar:

Biografi Ulama - Guru Ijai Martapura & Perjuangannya (Guru Sekumpul)

Maret 19, 2018 rengo dez 0 Comments

guru%2Bijai
Beliau adalah sufi termasyhur, juga sosok Wali Allah kharismatik Martapura, Kalimantan Selatan, yang menyatukan syari’at, tarekat dan hakikat dalam dirinya.  Beliau lebih dikenal dengan sebutan Guru Ijai atau Guru Sekumpul, dan juga salah seorang ulama yang mempopulerkan Simthad Durar atau Maulid Habsyi di Kalimantan Selatan. Pada zamannya Guru Ijai adalah satu-satunya ulama Kalimantan, atau mungkin di Indonesia, yang mendapat otoritas untuk mengijazahkan Tarekat Samaniyyah yang didirikan oleh MUHAMMAD SAMAN.


Masa kecil dan pendidikan

Zaini Abdul Ghani atau Guru Ijai lahir pada 11 Februari 1942 (27 Muharram 1361 H) di Kampung Tunggul Irang Seberang, Martapura. Beliau masih keturunan dari ulama besar Syekh ARSYAD AL-BANJARI. Di masa kecilnya beliau memiliki keistimewaan yakni tak pernah mengalami “mimpi basah” (ihtilam). Pendidikan pertamanya diberikan oleh kedua orang tuanya, Haji Abdul Ghani dan Hajah Masliah binti Haji Mulya, dan oleh neneknya, Hajah Salbiyah. Bersama neneknya inilah beliau suka sekali membaca al-Qur’an.  Pada usia tujuh tahun beliau masuk madrasah di Kampung Keraton, Martapura. Pada masa kecil ini beliau belajar al-Qur’an pertama kali kepada Guru Hasan. Orang tuanya, yang tergolong orang sederhana, selalu membekalinya sebotol minyak untuk diberikan kepada gurunya ini. Sejak usia 10 tahun Guru Ijai telah dikaruniai kassyaf hissi, yakni mampu melihat dan mendengar apa-apa yang tersembunyi atau hal-hal ghaib. Pada usia 14 tahun beliau dikaruniai futuh (pencerahan spiritual) saat membaca sebuah tafsir al-Qur’an. Pada masa remaja ini pula beliau mengalami perjumpaan spiritual dengan Sayyidina Hasan dan Husain, cucu Rasulullah. Kedua cucu Rasulullah ini masing-masing membawa pakaian dan mengenakannya langsung kepada beliau lengkap dengan sorbannya.

Beliau melanjutkan pendidikannya ke Pesantren Datu Kalampian Bangil, Jawa Timur, kepada Kyai Sarwani Abdan yang juga berasal dari Martapura. Di sini beliau selain mendapat pendidikan syariat juga mendalami ilmu spiritual. Selanjutnya beliau berguru kepada Syekh Falah di Bogor. Selain kepada kedua ulama ini, beliau juga mendalami syariat dan tarekat kepada Syekh Muhammad Yasin Padang di Mekah, Syekh Hasan Masysyath, Syekh Isma’il Yamani, Syekh Abdul Qadir al-Baar, Syekh Sayyid Muhammad Amin Kutby, Allamah Ali Junaidi (Berau) ibn Jamaluddin ibn Muhammad Arsyad. Atas petunjuk Syekh Ali Junaidi, beliau kemudian belajar kepada Syekh Fadhil Muhammad (Guru Gadung). Kepada Guru Gadung ini Guru Ijai belajar tentang ajaran Nur Muhammad. Beliau juga mendapat ijazah Maulid Simthud Durar dari sahabat karibnya, Habib Anis ibn Alwi ibn Ali al-Habsyi dari Solo, Jawa Tengah.

Beliau sempat menjadi pengajar di Pesantren Darussalam Martapura selama lima tahun, kemudian membuka pengajian di rumahnya sendiri pada 1970-an, di dampingi oleh seorang kyai terkenal yakni Guru Salman Bujang (Guru Salman Mulya). Pengajian dimulai setiap hari Kamis petang hingga malam Jum’at. Pada 1988 beliau pindah ke Kampung Sekumpul, membuka kompleks perumahan ar-Raudhah atau Dalam Regol. Sejak itu kewibawaan dan kharismanya memancar luas – murid-muridnya dan tamu-tamunya berdatangan dari berbagai daerah, bahkan dari negeri jiran seperti Malaysia, Singapura dan Brunei. Sebagian datang untuk berguru, sebagian mencari barakahnya, dan sebagian ingin berbaiat Tarekat Samaniyyah. Juga beberapa tokoh nasional menyempatkan diri mengunjunginya, seperti Amien Rais, Gus Dur, Megawati, AA Gym dan sebagainya.


Pengaruh kehidupan keluarga


Gemblengan ayah dan bimbingan intensif pamannya semenjak kecil betul-betul tertanam. Semenjak kecil ia sudah menunjukkan sifat mulia; penyabar, ridha, pemurah, dan kasih sayang terhadap siapa saja. Kasih sayang yang ditanamkan dan juga ditunjukkan oleh ayahnya sendiri. Seperti misalnya, suatu ketika hujan turun deras, sedangkan rumah Guru Sekumpul sekeluarga sudah sangat tua dan reot. Sehingga air hujan merembes masuk dari atap-atap rumah.Pada waktu itu, ayahnya menelungkupinya untuk melindungi tubuhnya dari hujan dan rela membiarkan dirinya sendiri tersiram hujan.

Abdul Ghani bin Abdul Manaf, ayah dari Guru Sekumpul juga adalah seorang pemuda yang saleh dan sabar dalam menghadapi segala situasi dan sangat kuat dengan menyembunyikan derita dan cobaan. Tidak pernah mengeluh kepada siapapun. Cerita duka dan kesusahan sekaligus juga merupakan intisari kesabaran, dorongan untuk terus berusaha yang halal, menjaga hak orang lain, jangan mubazir, bahkan sistem memenej usaha dagang dia sampaikan kepada generasi sekarang lewat cerita-cerita itu.

Beberapa cerita yang diriwayatkan adalah sewaktu kecil mereka sekeluarga yang terdiri dari empat orang hanya makan satu nasi bungkus dengan lauk satu biji telur, dibagi empat. Tak pernah satu kalipun di antara mereka yang mengeluh. Pada masa-masa itu juga, ayahnya membuka kedai minuman. Setiap kali ada sisa teh, ayahnya selalu meminta izin kepada pembeli untuk diberikan kepada beliau. Sehingga kemudian sisa-sisa minuman itu dikumpulkan dan diberikan untuk keluarga.

Adapun sistem mengatur usaha dagang, ayah beliau menyampaikan bahwa setiap keuntungan dagang itu mereka bagi menjadi tiga. Sepertiga untuk menghidupi kebutuhan keluarga, sepertiga untuk menambah modal usaha, dan sepertiga untuk disumbangkan. Salah seorang ustadz setempat pernah mengomentari hal ini, “bagaimana tidak berkah hidupnya kalau seperti itu.” Pernah sewaktu kecil beliau bermain-main dengan membuat sendiri mainan dari gadang pisang. Kemudian sang ayah keluar rumah dan melihatnya. Dengan ramah sang ayah menegurnya, “Nak, sayangnya mainanmu itu. Padahal bisa dibuat sayur.” Beliau langsung berhenti dan menyerahkannya kepada sang ayah.
Guru Ijai menikah tiga kali, dan dikarunia dua putra dari istri keduanya, Hajjah Laila, yakni Muhammad Amin Badali al-Banjari dan Ahmad Hafi Badali al-Banjari.

Ajaran dan karamah

Sebagai ulama, beliau dikenal sebagai orang yang amat lembut, kasih sayang, sabar, dermawan dan tekun. Apapun yang terjadi terhadap dirinya, beliau tak pernah mengeluh – bahkan pernah beliau dipukuli oleh orang-orang yang dengki kepadanya namun beliau tidak mengeluh atau mendendam sama sekali. Beliau juga mengajarkan agar orang senantiasa mencintai dan hormat kepada ulama yang baik dan saleh. Hal ini dicontohkan dalam sikapnya: ketika masih kecil beliau selalu menunggu di tempat yang biasa dilewati oleh Syekh Fadhil Zainal Ilmi pada hari-hari tertentu semata-mata hanya untuk bersalaman dan mencium tangan kyai tersebut. Jika ada yang mengkritik atau mencaci-maki ajaran tarekatnya, atau mengejek keadaan dirinya, beliau hanya diam, karena beliau menganggap mereka adalah orang-orang yang belum mengerti dan memahami. Tamu-tamu yang datang selalu dijamu makanan, termasuk pada waktu pengajian. Tidak kurang dari 3000 orang selalu datang ke pengajiannya dan selalu diberi jamuan makan.

Kedermawanannya ini tampak bukan hanya kepada lingkungan sekitar, tetapi juga ke setiap tempat yang disinggahinya. Salah satu pesannya adalah “Jangan bakhil” karena itu adalah sifat tercela. Beliau sering mengutip pesan “pintu surga diharamkan bagi orang bakhil.” Beliau juga mengajarkan apa yang disebutnya kaji-gawi, artinya menuntut ilmu dan diamalkan. Salah satu keunikannya dalam berdakwah adalah perhatiannya kepada kesehatan umat. Pada waktu tertentu beliau mendatangkan dokter spesialis (jantung, ginjal, paru, mata, dan sebagainya) untuk memberikan penyuluhan kesehatan sebelum pengajian dimulai. Beliau juga menulis beberapa kitab, di antaranya adalah Risalah Mubarakah; Manaqib as-Syaikh as-Sayyid Muhammad bin Abdul Karim al-Qadiri al-Hasani as-Saman al-Madani; Risalah Nuraniyah fi Syarhit Tawassualtis Sammaniyah; dan Nubdzatun fi Manaqib al-Imam al-Masyhur bil-Ustadz al-A’zham Muhammad bin Ali Ba’Alawy.

Beberapa kisah karamahnya diantaranya adalah sebagai berikut. Saat masih di Kampung Keraton beliau biasanya duduk-duduk dengan beberapa orang sambil bercerita tentang orang-orang terdahulu untuk mengambil pelajaran dari kisah itu. Suatu saat beliau bercerita tentang buah rambutan, yang saat itu belum musimnya. Tiba-tiba beliau mengacungkan tangannya ke belakang, seolah-olah mengambil sesuatu, dan mendadak di tangan beliau sudah memegang buah rambutan matang, yang kemudian beliau makan. Beliau juga bisa memperbanyak makanan – setelah makan sepiring sampai habis, tiba-tiba makanan di piring itu penuh lagi, seakan-akan tak dimakan olehnya. Dikisahkah pula, suatu ketika terjadi musim kemarau panjang, dan sumur-sumur mengering. Masyarakatpun meminta kepada Guru Ijai agar berdoa meminta hujan. Beliau lalu mendekati sebatang pohon pisang, menggoyang-goyangkan pohon itu dan tak lama kemudian hujan pun turun. Beliau juga dikenal bisa menyembuhkan banyak orang dengan kekuatan spiritualnya.

Beberapa Catatan lain berupa beberapa kelebihan beliau adalah dia sudah hafal Al-Qur'an semenjak berusia 7 tahun. Kemudian hapal tafsir Jalalain pada usia 9 tahun. Semenjak kecil, pergaulannya betul-betul dijaga. Kemana pun bepergian selalu ditemani. Pernah suatu ketika beliau ingin bermain-main ke pasar seperti layaknya anak sebayanya semasa kecil. Saat memasuki gerbang pasar, tiba-tiba muncul pamannya, Syaikh Seman Mulya di hadapannya dan memerintahkan untuk pulang. Orang-orang tidak ada yang melihat Syekh, begitu juga sepupu yang menjadi ”bodyguard”-nya. Dia pun langsung pulang ke rumah.

Dalam usia kurang lebih 10 tahun, sudah mendapat khususiat dan anugerah dari Tuhan berupa Kasyaf Hissi yaitu melihat dan mendengar apa yang ada di dalam atau yang terdinding. Dalam usia itu pula beliau didatangi oleh seseorang bekas pemberontak yang sangat ditakuti masyarakat akan kejahatan dan kekejamannya. Kedatangan orang tersebut tentunya sangat mengejutkan keluarga di rumah beliau. Namun apa yang terjadi, laki-laki tersebut ternyata ketika melihat beliau langsung sungkem dan minta ampun serta memohon minta dikontrol atau diperiksakan ilmunya yang selama itu ia amalkan, jika salah atau sesat minta dibetulkan dan dia pun minta agar supaya ditobatkan.

Pada usia 9 tahun pas malam jumat beliau bermimpi melihat sebuah kapal besar turun dari langit. Di depan pintu kapal berdiri seorang penjaga dengan jubah putih dan di gaun pintu masuk kapal tertulis “Sapinah al-Auliya”. Beliau ingin masuk, tapi dihalau oleh penjaga hingga tersungkur. Dia pun terbangun. Pada malam jum’at berikutnya, ia kembali bermimpi hal serupa. Dan pada malam jumat ketiga, ia kembali bermimpi serupa. Tapi kali ini ia dipersilahkan masuk dan disambut oleh salah seorang syekh. Ketika sudah masuk ia melihat masih banyak kursi yang kosong.

Ketika beliau merantau ke tanah Jawa untuk mencari ilmu, tak disangka tak dikira orang yang pertama kali menyambutnya dan menjadi guru adalah orang yang menyambutnya dalam mimpi tersebut.

Meninggal dunia


Sebelum meninggal dunia Guru Ijai sempat dirawat di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura, selama 10 hari. Tetapi pada hari Selasa malam beliau pulang dan tiba di Bandara Syamsuddin Noor, Banjarmasin, pada pukul 20.30. Keesokan harinya, Rabu 10 Agustus 2005, pukul 5.10 waktu setempat, beliau meninggal dunia. Ribuan orang berdatangan untuk memberikan penghormatan terakhir dan mengiringi jenazah beliau hingga ke pemakaman. Begitu mendengar kabar meninggalnya Guru Sekumpul lewat pengeras suara di masjid-masjid selepas salat subuh, masyarakat dari berbagai daerah di Kalimantan Selatan berdatangan ke Sekumpul Martapura untuk memberikan penghormatan terakhir pada almarhum. Pasar Martapura yang biasanya sangat ramai pada pagi hari, Rabu pagi itu sepi karena hampir semua kios dan toko-toko tutup. Suasana yang sama juga terlihat di beberapa kantor dinas, termasuk Kantor Bupati Banjar. Sebagian besar karyawan datang ke Sekumpul untuk memberikan penghormatan terakhir. Sebelum dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga di dekat Mushalla Ar Raudhah, Rabu sore sekitar pukul 16.00, warga masyarakat yang datang diberikan kesempatan untuk melakukan salat jenazah secara bergantian. Kegiatan ibadah ini berpusat di Mushalla Ar Raudhah, Sekumpul, yang selama ini dijadikan tempat pengajian oleh Guru Sekumpul.
Petuah

Meski memiliki karamah, beliau selalu berpesan agar kita jangan sampai tertipu dengan segala keanehan dan keunikan. Karena bagaimanapun juga karamah adalah anugrah, murni pemberian, bukan suatu keahlian atau skill. Karena itu jangan pernah berpikir atau berniat untuk mendapatkan karamah dengan melakukan ibadah atau wiridan-wiridan. Dan karamah yang paling mulia dan tinggi nilainya adalah istiqamah di jalan Allah itu sendiri. Kalau ada orang mengaku sendiri punya karamah tapi salatnya tidak karuan, maka itu bukan karamah, tapi bakarmi (orang yang keluar sesuatu dari duburnya).

Guru Sekumpul juga sempat memberikan beberapa pesan kepada seluruh masyarakat Islam, yakni:
  • Menghormati ulama dan orang tua
  • Baik sangka terhadap muslimin
  • Murah harta
  • Manis muka
  • Jangan menyakiti orang lain
  • Mengampunkan kesalahan orang lain
  • Jangan bermusuh-musuhan
  • Jangan tamak atau serakah
  • Berpegang kepada Allah, pada kabul segala hajat
  • Yakin keselamatan itu pada kebenaran.



Seputar Nasab Beliau


Beliau sering disebut-sebut sebagai Habib keturunan Rasulullah, padahal beliau sendiri tidak pernah menambahkan dibelakang nama beliau dengan fam tertentu. Lalu darimana isyu tersebut?, mari kita telusuri nasab beliau. 
  1. K H. Muhammad Zaini
  2. Abdul Ghani
  3. H Abdul Manaf
  4. Muhammad Seman
  5. H M. Sa’ad
  6. H. Abdullah
  7. Mufti H. M. Khalid
  8. Khalifah H. Hasanuddin
  9. Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari

Sampai disini, tidak ada perbedaan karena memang diingat, dicatat, dan dijaga dengan baik oleh Guru Sekumpul serta keluarga beliau. Perbedaan terjadi ketika kita meneliti nasab dari Sekh Muhammad Arsyad Al Banjari yang merupakan tokoh Islam terbesar di bumi Banjar.

0 komentar:

Home Ads

Ceramah Inspiratif