CERITA GUS QOYYUM; Cinta Nabi, dicintai Jibril

Agustus 22, 2018 rengo dez 0 Comments


Ketika terjadi perang, ternyata Tolhah menyembunyikan Rasululah Saw. Dari serangan dan gempuran kafir Qurays. Tolhah ! Besuk hari Kiamat kalau Jibril melihat pean kok gething maka itu bahasaya. Sebab pean menyelamatkan saya. Begitu kata Rasul. Besuk pada hari Kiamat pean akan diselamatkan Jibril dari kecemasan, kegelisan dan seterusnya. Ini hadis Shoheh tertulis dalam kitab “Al-Ahadits al-Muhtaroh”.
Mengamankan Nabi maka akan diamankan Malaikat Jibril
Senang dengan Nabi maka akan disenangi Malaikat Jibril
Menolong Agama Nabi maka akan ditolong Malaikat Jibril
Mencintai Nabi maka akan dicintai Malaikat Jibril, dst.
Belum tentu lomenolong pengurus NU ditulungi Jibril. Lihat konteksnya dulu. Sebab apa ? Nabi itu kalau dilihat dari teologi Aswaja lebih tinggi Nabi daripada Malaikat. Sekalipun ….. “Wa huwa fi ufuqil ‘a’la….
Psikologi Tasawuf, Malaikat itu tidak punya sifat satu yang dimiliki manusia. Menurut Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya ‘Ulumiddin disebutkan sifat Sabar.
Contoh sabar. Akal menentang nafsu. Sate kambing enak. Tapi kalau kita hipertensi alias darah tinggi maka akal mencegah dan kita tidak mahu sate.
Kita ingin punya mobil mewah. Itu nafsu. La wong hutangmu masih banyak. Maka akal mengatakan jangan.
Imam Fahkruddin dalam Tafsirnya Mafatihul Ghoib mengatakan bahwa hewan hanya punya nafsu. Maka tidak heran kalau hewan selalu ingin kawin banyak. Kalau Malaikat hanya punya Akal. Sehingga Qur’an menybutkan “…. Yahafuna Robbahum…. wayaf’aluna ma yukmalun”. Mereka (Malaikat) menuruti semua perintah Allah…..
Sehingga Malaikat ndak pernah ingin Narkoba, riba, korupsi, dst. Sehingga tidak tejadi Sabar.
Sabar itu hanya dimiliki manusia dan Jin. Mulo Nabi Muhammad lebih mulia daripada Malaikat.
Dalam kitan Al-Mu’zijatul Qur’an disebutkan bahwa kalau huruf “Ba’” titiknya = 1, kalau huruf “Tak” titiknya = 2. Maka kalau ditotal jumlahnya = 1.015.030. titik pertama adalah huruf “Ba’” ini terdapat dalam surat al-Fatihah. “Bismillahirrohmanirrohim…. dan titik paling akhir adalah…. Minal jinnati wa nnas.
“Kun Fayakun = disebut 8 kali
“Kuunuu = disebut 11 kali
Kuunii = disebut 1 kali.
Contoh; “Kuunii bardan wa salaman…..
Dalam Quran disebutkan “Wa Kuunuu ma’a al-Shodiqin” maka belajar dari sini harap dikulinakno kumpul dengan orang jujur.
Cari panitia Masjid itu gampang. Tapi kalau cari yang jujur itu sulitnya bukan main.
Ada cerita dari Malaysia. Namanya Sayed Ali Ja’far al-Saddad. Ia orang ndak punya rumah dan ndak seneng dengan uang. Sehingga Sayed Muhammad Alwi al-Maliki seneng kunjung ke beliau. Padahal rumah aja ndak punya dan sering pindah-pindah tempat/ kos. Kenapa Sayed Muhammad seneng kunjung ke beliau ? Sebab kalau masuk ke rumah Sayed Ali itu bisa bertemu langsung dengan Rasulullah Saw.
Maka “….. Kuunuu robbaniyyina…. wabima kun tum tad rusunnn…”
Pendidik jalur Allah itu specifik. Semisal; Sech Abdul Qodir al-Robbani, dst.
Maka untuk bisa menjadi “pendidik Robbani…” itu ada 2 syarat; sregeb ngajar kitab dan sregeb nderes kitab.
Mbah Kholil, Mbah Hasyim itu kalau udah ngajar sejak subuh samapi jam 01.00 dini hari dan itu tanpa sirtifikasi.
Imam Abu Hanifah baca Qur’an di dalam Ka’bah dengan berdfiri lagi. Padahal ketua PPP aja belum tentu sudah masuk Kakbah. 300 hataman ketika Imam Abu Hanifah di penjara.
Teori dan sejarah. Ada kejadian yang ditulis oleh Zainuddin Al-Malibari dalam kitab “Irsyadul ‘Ibad”. Diceritakan bahwa, suatu ketika Imam Syafi’i bertemu seorang Uskup (Pendeta) yang masuk Islam. Karena ‘aneh’. Wong aslinya Uskup kok sekarang mendadak menjadi masuk Islam. Maka ditanyalah oleh Imam Syafi’i. Kenapa pean kok bisa masuk Islam ? Maka si Uskup ini bercerita. Bahwa saya ini suatu ketika naik kapal (perahu). Mendadak perahu saya terkena ombak dan pecah berantakan. Saya akhirnya terdampar di suatu yang super angker.
Mendadak ketika terdampar itu saya melihat ada ‘makhluk aneh’. Kepalanya berupa burung unta, wajahnya manusia, kakinya manusia dan ekornya seperti ikan. Dan makhluk ini tenyata Jin. Dan makhluk ini selalu berdzikir “Laa illaha illal ghoffar, muhammadurrasulullah annabiyyul muhtar” Karena melihat fenomena seperti itu maka si Uskup lari tunggang langgang. Maka oleh si ‘makhluk’ tadi dibilangi. “Heiiii…. jangan lari kalian. Nanti kalau pean lari maka pean tidak akan selamat. ( Pean jangan tanya kira-kira ini jin NU atawa Muhammadiyah ? ha…. ). Maka si Uskup ini berhenti. Dan dikatakan oleh Jin. Karena pean sudah masuk di kampung Jin. Maka pean harus masuk Islam. Sebab tidak ada seorangpun yang masuk ke pulau ini yang tidak masuk Islam bisa selamat. Maka dengan suka rela si Uskup ini menyatakan Syahadat. “Ashadu anla ilaha illa Allah….. setelah si Uskup ini menyatakan bersyahadat maka ditanya oleh si Jin. Apakah kalian ingin berdomisili di sini atawa ingin pulang kampung ? Maka di jawab si Uskup. Saya tentu ingin kembali ke kampung halaman. Oh….kalau demikian maka pean harus menunggu perahu lewat.
Alhamdulilah tidak berapa lama ada perahu lewat. Dan yang luar biasa perahu ini ditumpangi oleh 12 pendeta. Oleh si Uskup diceritakan kalau pean masuk pulau ini wajib masuk Islam agar selamat. Maka ke-12 pendeta inipun masuk Islam.
Ada seorang ilmuwan Dr. Ahmad Sauqi menulis dalam kitan “Al-I’jazul ‘ilmi fi haditsinnabi”. Beliau bercerita, bahwa di Inggris ada perusahaan batu bara baterai dan penghancuran mobil bekal. Banyak karyawan yang terancam kanker. Kenapa ? Sebab terkena radiasi. Kebetulan si Direktur perusahaan mendengar bahwa “Siapa saja yang sarapan kurma 5-7 buah maka akan aman dari racun dan sihir. Lebih-lebih kalau kurma Ajwa dan juga kurma umumnya. Akhirnya ini diterapkan oleh pabrik. Akhirnya pihak pabrik mengontrol karyawannya dan mereka terkejut luar biasa. Bahwa mereka semua dalam kondisi sehat wal afiat berkat dari kurma ini.
Oleh karena itu jangan dilupakan bahwa untuk menjadi “Robbani” itu harus sregep baca dan nderes Al-Qur’an. Ayo lebih ini baca nota vs Quran. Kami yakin pean semua akan lebih rajin baca nota.
Saya (Gus Qoyyum) itu satu kampung, satu kecamatan dengan beliau-beliau semisal;
Yai A.Siddiq jember itu aslinya juga Lasem
Yai Ali Maksum itu aslinya juga Lasem
Yai Mahfud Sidiq itu aslinya juga Lasem
Yai Abdullah Sidiq itu aslinya juga Lasem
Yai Sahal Mahfud itu aslinya juga Lasem
Ada cerita dari Mbah Kholil Bangkalan. Suatu ketika ada orang lumpuh yang kebetulan orang China dan dipikul oleh punggawanya. Ketika sudah di depan rumah Mbah Kholil, beliau tidak menyambutnya layaknya seorang tamu keabnyakan. Tapi beliau ,membawa pedang tajam yang diayun-ayunkan ke arah orang yang membawa orang lumpuh tadi. Karena saking takutnya maka si orang China yang lumpuh tadi dibrekkan dan ditinggal lari tunggang langgang. Maka si China yang dibrekkan tadi juga lari ketakutan terbirit-birit.
Inilah contoh yang paling gampang orang kalau udah pada tingkatan “Robbani”. Si sakit belum ‘curhat’ tentang keluhan sakitnya aja udah tahu obat mujarabnya. Dan secara tidak disadari si China tadi sembuh dengan sendirinya. Dan bukan juustru di suwuk.
Berikutnya dalam Al-Qur’an disebutkan “ Kuunuu Qiradatan Hasi’in” jadilah kalian monyet yang hina.
Merosot jatuh ke bawah ke tingkat bintang. Naudlubillah min dzalik.
Dulu ada advokat Yusuf An-Nabhani, putra pendiri Hizbuttahrir (HT). Beliau sangat suka menyanjung Rasulullah dalam setiap tulisannya. Beliau alumni Al-Azhar.
Ada wali namanya Muhammad bin Ahmad bin Utbah. Suatu hari ada tamu. Maka sang wali memerintahkan untuk menuangkan ceret/teko kopi ke dalam dalam cangkir, padahal teko tersebut kosong. Dan alhamdulilah dengan seijin Allah cangkir tersebut bisa terisi dengan air kopi. Suatu ketika Sayyid Al-Ro’i, ia dalah tukang gembala silaturrahim kepada Robi’ah al-Adawiyah yang kebetulan akan berangkat haji. Maka Al-Ro’i mengambil tanah dan jadilah uang. Kemudian uang tersebut diberikan kepada Robi’ah al-Adawiyah. Oleh sang wali Robi’ah. Hei Al-Ro’i, lihatlah tanganku ini ! Jawab Al-Ro’i, tangan pean ndak ada apa-apa. Coba lihat sekali lagi. Dan ternyata benar, dari tangan sang Wali Robi’ah ini keluarlah uang ratusan ribu. Coba bandingkan kalau Al-Ro’i masih menggunakan unsur tanah untuk menjadikan uang. Maka Robiah, sang wali ini cukup menggenggamkan tanganya dan sudah keluar uang.
Prof. Baiquni, pakar Atom Indonesia (muzarroh) sedangan nuklir (khowawi). Kalau ngajar atom dengan bertasbih.
Ibnu Sina pakar kedokteran Islam. Kalau hilang inspirasi maka beliau akan mentaqror ke Al-Qur’an. Oleh karena itu sawhnya, tambaknya, tokonya, rumahnya tolong bacakan Al-Qur’an agar berkah. Bahkan kalau ada istri crewes maka bacakan Adzan. Itu juga bagian dari bacaan Al-Qur’an. Ini artinya “Tu’allimunal Kitabb”..
Gus Najib (Jombang); Minhajul Hayat
Mbah Kholil Bangkalan adalah waliyullah. Suatu ketika Yai Abdul Karim atau yang akrab disebut dengan Yai Abdul Manaf ikut nyantri ke Mbah Kholil. Ketika datang bertepatan dengan shalat Dhuhur. Maka Mbah Kholil waktu ngimami shalat tidak dibaca keras alias sirri, demikian pula ketika shalat Ashar. Dan tibalah shalat Magrib maka ketika baca Fatihah ketahuan kalau pelafadan belliau muncul kata “ngalamin”. Bismillah…… Alhamdulilah……Robbilngalamin. ….dst…
Maka dalam benak Yai Manaf ini. Waduhhh…. bagaimana ini Mbah Kholil kok demikian kalau ngimami. Maka katanya sambil membatin. Kalau begini maka besuk saya setelah Subuh akan segera pulang aja. Dan betul, pasca Shalat Subuh Yai Manaf berpamitan kepada Mbah Kholil. Kata beliau, Mbah Kholil…. Maaf saya mohon pamit Yai.. mudah-mudahan mondok saya yang hanya sehari ini barokah. Oleh Mbah Kholil dijawab; ok…ndak apa. Dan silakan pean cari Ulama yang lebih ‘alim daripada saya.
Setelah berjalan menuju pantai Madura untuk mencari perahu mendadk di depan yai Manaf muncul seekor macan yang ganas. Dan mahu menerkam Yai Manaf. Oleh Yai Manaf sudah dibacakan beberapa doa-doa dan mantra-mantra agar si macan ini bisa pindah ke tempat lain. Dan ternyata justru macannya semakin mengaum dengan keras dan ganas. (padahal orang lain ndak ada yang kelihatan dengan macan ini). Maka dengan berat hati Yai Manaf kembali ke Mbah Kholil. Dan oleh Mbah Kholil dikatakan. Kenapa kamu kembali lagi ? Dijawab oleh Yai Manaf. Maaf Mbah Kholil tapi saya mahu menyeberang ternyata da macan yang mahu menerkam saya. Padahal sudah saya bacakan berbagai doa. Tapi kok justru macannya semakin ganas. Oh….begitu. kalau begitu bacakan Fatihah nak ! Lo…sudah kiai. Terus bagaimana kamu cara membacanya. Maka oleh Yai Manaf dibaca dengan tartil dan fasih. Oleh Mbah Kholil, ohhhhhhhhh…. nak..! macan itu tidak takut tajwids atawa maharijul huruf. Maka bacalah sesuai dengan bacaan saya ketika shalat Magrib. Maka Yai Manaf dengan berat hati menuruti perintah gurunya ini. Dan alhamdulilah macan tersebut mahu menyingkir dari tempat tersebut. Kenapa kok bisa lebih mujarab fatihah Mbah Kholil daripada Fatihah yang yang dilafadkan Yai Manaf padahal lebih fasih ketika membaca. Jawabnya adalah karena Fatihah dari Mbah Kholil lebih trnasendatal. Lebih ikhlas dan lebih dekat pada Allah, bukan hanya sekedar kulit luar. Ini bukan berarti maharijul huruf dan tajwid tidak penting. Ia tetap penting, tapi nilai-nilai transenden harus juga diutamakan. Ilmu itu berbeda dengan nilai-nialai “Wabillahittaufiq wal hidayah…
Maka dari sinilah nilai-nilai dari Mbah Yai Soefyan yang bisa kita petik yakni yang sulit adalah “Minhajul Hayatt” (Laku ketika beliau hidup). Dalam aspek lomannya, ngibadahnya, istiqomahnya, sabarnya, dana lain-lain.
Dawuh “ Laqod Kana lakum fi Rasulillah…..
Lafad “Fii..” itu “Dhorof” apa artinya ? Situasi dan kondisi.
Sehingga wali itu pasti ikut Nabi. “ Qul inkuntum tuhibbuna Allaha…..
Ini artinya mewarisi…. sehingga kalau ada yang mengatakan itu orang wali. Lo kok bisa ? sebab dia bisa shalat diatas pelepas daun pisang. Maka bisa kita jawab. Kalau yang begini-begini wali maka codot akan lebih hebat dariada sanag wali ini. Ada juga yang mengatakan dia wali. Lo kok bisa ? sebab dia bisa berjalan di atas air. Maka bisa jawab. Oh…kalau begitu ia akan kalah dengan “ikan al-wader”. Demikian pula kalau dikatakan ia wali. Apa dasrnya dia wali ? sebab dia bisa terbang. Maka kita bisa katakan wali begini akan kalah burung yang kemana-mana juga terbang.
Oleh karena itu maka jadi kiai itu berat sebab “Yandhurul Ummah bi’ainil Rohmah dan bukan Yandhurul ummah bi’ainil Rupiah.
Attawasut, Attawazun, == itu idiologi, maka jangan heran kalau kiai empoe doeloe itu menjadi ikon melawan penjajah. Kenapa kiai tempoe doelo kok bisa sedimikian hebat ? Sebab antara lain ada departemen KUWALAT.
Transensi atau keikhlasan (al-barakah wal hikmah). Lihatlah ada anak yang nilai Fiqhnya 9, nilai Al-Quran 9 dan nilai Hadits juga 9, tapi shalat subuhnya juga jam 9. Kenapa kok bisa demikian ? Karena emang orang sudah pada meninggalkan nilai-nilai keikhlasn alias nilai transendantal.
Lihat pula di kampus-kampus kita. Ada jurusan dakwah, huku, ekonomi, dst tapi mana ada jurusan Sabar atau adil. Pasti ndak ada.
Padahal sejarah ummat Islam selalu identik dengan sejarah pesantren.
Catatan Haul KH. Soefyan AW ke-34

0 komentar:

Nasehat KH. Hasyim Asy’ari (Persatuan & Persaudaraan)

Agustus 01, 2018 rengo dez 0 Comments


Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari merupakan teladan yang luar biasa. Beliau merupakan sosok yang pandai dalam ilmu agama, pendidik, sekaligus orang yang berjiwa sosial tinggi. Kiai Hasyim juga berhubungan erat dengan orang-orang di sekitarnya dan lingkungannya, karena Kiai Hasyim sangat mengedepankan persatuan, persaudaraan, dan tolong-menolon. Sebaliknya beliau memberikan alarm bagi yang suka memecah belah, menebar kebencian, apalagi menimpulkan pertikaian.
Berikut adalah nasihat-nasihat Kiai Hasyim tentang persatuan, persaudaraan, dan tolong-menolong kepada sesama yang disadur dari beberapa kitab dan risalah karya beliau:
“Tolong-menolong atau sikap saling membantu adalah pangkal keterlibatan umat Islam. Sebab, jika tidak ada tolong-menolong, maka semangat dan kemauan mereka akan lumpuh karena merasa tidak mampu mengejar cita-cita. Barang siapa mau tolong-tolong dalam persoalan dunia dan akhirat, maka akan sempurnalah kebahagiaan, nyaman, dan sentosa hidupnya.” (al Qanun al Asasi, 26).
“Manusia hampir bisa dipastikan mutlak bermasyarakat dan bercampur dengan manusia yang lain. Sebab, seseorang tidak mungkin hidup bermasyarakat dan berkumpul, yang bisa membawa kebaikan atau sebaiknyanya, bahaya.” (al Qanun al Asasi, 22).
“Suatu kaum, jika mereka berselisih dan hawa nafsu telah mempermainkan hati dan pikiran mereka, maka mereka tidak akan melihat suatu tempat pun bagi kebaikan bersama. Mereka bukan kaum yang bersatu, tetapi hanya individu-individu yang berkumpul dalam arti jasmani belaka. Hati dan berbagai keinginan mereka saling berselisih. Mungkin ada yang mengira mereka menjadi satu, tetapi hati mereka sebanarnya berbeda-beda.” (al Qanun al Asasi, 23).
“Siapa yang mampu melihat kembali cermin sejarah dan membuka-buka lembaran yang tidak sedikit dari ihwal bangsa-bangsa dan pasang surutnya zaman serta apa yang telah terjadi pada mereka hingga menjelang kepunahan, tentu dia akan mengetahui bahwa kejayaan yang pernah menggemilagi mereka, kebanggaan yang pernah mereka sandang, kemuliaan yang pernah menjadi perhiasan mereka, semua itu tidak lain adalah berkat prinsip secara kukuh mereka pegangi, yaitu mereka bersatu dalam cita-cita,s seiya sekata, searah setujuan, dan pikiran-pikiran mereka pun sejalan.” (al Qanun al Asasi, 24).
“Wahai para ulama, berhentilah dalam bermusuh-musuhan karena berbeda pendapat tentang masalah-masalah furuiyyah, karena yang akan senang dengan kondisi ini adalah kaum kafir yang sedang menjejah negera ini. Ingat, kalian semua adalah saudara.” (al Mawaidz, 32-33)
“Wahai kaum muslim, bersatulah! Tolong menolong lah dalam kebaikan dan ketakwaan, karena kebahagiaan akan semakin jauh bagi kita, selama kita masih terus bermusuhan. Padahal kita beragama satu, Islam, bermadzhab satu, Syafi’i, bertempat satu di pulau Jawa (sekarang mungkin Indonesia), dan beraliran satu Ahlussunnah wal Jama’ah.” (al Mawaidz, 34-35)
“Membangun dua masjid dalam satu kawasan tidak diperbolehkan, karena akan mengganggu ketika shalat Jumat berlangsung, di samping juga memisahkan hubungan antar jamaah kaum muslimin. Jika keadaan amat mendesak, seperti sempitnya tempat akibat banyaknya jumlah jamaah, maka boleh membangun dua masjid atau lebih dalam satu kawasa.” (Risalah fi al Masajid, 15)
“Persaudaraan sejati di antara kaum muslimin harus terwujud dalam bentuk silaturahmi, menghargai perbedaan pendapat. Berinteraksi sosial yang baik dengan tetangga dan kerabat, menghormati hak-hak orang tua, menyayangi kaum dhuafa dan anak kecil.” (Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah, 15).
“Persaudaraan sesama muslim akan terhapus jika sudah tidak bertegur sapa (tadabur),  saling membenci (tabaghudh), tidak silaturahmi, tidak menghasud dan tercerai-berai (tidak bersatu) serta membuat keanahen dalam urusan agama.” (Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah, 15)
“Saya menyeru agar kaum muslim bersaudara dalam urusan kebaikan dan tolong menolong, berpegang teguh kepada Allah (Islam), tidak terpecah belah, mengikuti ajaran Al Quran dan hadis, sebagaimana hal ini telah ditetapkan para ulama salafus shalih.”(Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah, 15)

0 komentar:

Memaafkan Tak Perlu Menunggu Lebaran

Juli 03, 2018 rengo dez 0 Comments


Sejatinya manusia adalah makhluk yang diciptakan dengan akal dan pikiran. Akan tetapi hal tersebut bukan berarti semua manusia seluruhnya bersifat baik, karena tidak semuanya menggunakan akal dan pikirannya dengan baik pula.  Selanjutnya yang perlu kita sadari bahwa manusia merupakan makhluk yang diciptakan sebagai tempatnya salah dan lupa,  yang tentunya di situlah terdapat unsur sengaja atau pun tidak sengaja.
Ketika seseorang berbuat kesalahan kepada orang lain,  maka yang perlu dilakukan ialah meminta maaf. Sedangkan bagi seseorang yang dimintai maaf dianjurkan supaya mempunyai jiwa pemaaf dengan hati yang lapang. Suasana lebaran adalah momentum yang tepat untuk saling memaafkan, menyucikan diri, dan menikmati hari kemenangan.
Di Indonesia, perayaan ini biasanya dikemas dalam acara pertemuan tahunan yang khas dan unik yang disebut halalbihalal. Biasanya masyarakat datang ke rumah tetangga sekitarnya, kerabat, bahkan guru alif (guru ngaji), untuk memohon maaf dan meminta kehalalannya atas segala kesalahan yang mungkin pernah dilakukan. Sudah sepantasnya mengungkapkan kesalahan dan bukan saatnya untuk malu mengaku salah.  Karena dosa terhadap sesama akan Allah ampuni jika orang tersebut mau memaafkan kita. Namun, apakah meminta maaf dan memaafkan harus menunggu Idul Fitri?
Rasulullah SAW bersabda “Barang siapa memiliki tanggungan kelaliman terhadap saudaranya, entah dalam hal kehormatan atau pun hartanya, maka hendaklah meminta kehalalannya hari ini. Sebelum datang hari (kiamat) di mana tidak berguna lagi dirham dan dinar. Pada hari kiamat nanti, bila seseorang yang melalimi belum meminta kehalalan dari saudaranya, maka bila ia memiliki amal kebaikan, sebagian amal kebaikannya itu diambil sekadar kelaliman yang ia lakukan untuk diserahkan kepada orang yang pernah ia lalimi. Bila ia sudah tidak memiliki sisa amal kebaikan, maka dosa yang dimiliki orang yang pernah ia lalimi di dunia akan dilimpahkan kepadanya senilai kelaliman yang pernah ia lakukan” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah ra.).
Berdasarkan hadis tersebut sangat jelas bahwa kesalahan itu tidak perlu disembunyikan,  tidak untuk dipendam,  dan tidak pula malu untuk diungkapkan.  Maka sebelum terlambat, sebelum ajal menjemput, dan sebelum datang hari kiamat,  sebaiknya kaum muslim membersihkan hati dan pikiran, terlebih mendapat maaf dari seseorang yang pernah dilalimi, supaya hidup tidak sia-sia kapan saja, bahkan kata Rasulullah dalam hadis di atas, pada hari itu juga.
Maka dari itu,  alangkah lebih baiknya jika setiap saat dilakukan muhasabah atau introspeksi diri, setiap hari meminta maaf dan memaafkan, sehingga tidak harus menunggu halalbihalal saban tahun sekali tiba. Sebagian orang salah kaprah dengan menganggap bahwa minta maaf dapat ditunda ketika lebaran Idul Fitri, padahal kematian bisa datang kapan saja dan dalam keadaan apa saja. Maka sebaiknya minta maaf dan memaafkan menjadi momen harian yang dilakukan.
Penulis mendapatkan satu ibrah menarik dari kisah rumah tangga KH Salahuddin Wahid atau Gus Sholah dan Nyai Hj. Farida Salahuddin. Setiap hari, Nyai Farida meminta keikhlasan maaf kepada sang suami agar mendaptkan rido. Begitu pula Gus Sholah pun meminta maaf dan memberi maaf. Keduanya legowo menurunkan ego sehingga setiap hari keduanya dapat bersih dari saling menyakiti dan segala ketersinggungan. Begitulah rahasia keharmonisan rumah tangga keduanya.
Walau begitu, pumpung ada momen lebaran Idul Fitri, sebaiknya umat Islam menjadikannya sebagai ajang penyucian diri dan penebus dosa, menjadi usaha seminimal-minimal mungkin. Muslim harus mengingat bahwa hidup hanya sementara,  apapun yang dipunya sejatinya hanya milik Allah semata,  dan segala sesuatu itu akan kembali kepada-Nya pula.  Karena semuanya hanyalah titipan Allah agar manusia menjadi khalifah (pemimpi) di muka bumi ini.  Sementara seorang khalifah itu sendiri harus mampu menjadi teladan yang baik dan bertanggung jawab.
Rasulullah SAW juga bersabda, “Allah merahmati seorang hamba yang pernah berbuat lalim terhadap harta dan kehormatan saudaranya, lalu ia mau datang kepada saudara yang dilaliminya itu untuk minta kehalalannya (minta maaf) sebelum ajal menjemput,” (HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah).
Dalam Al Quran pun Allah sudah menegaskan:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri.” (QS. Ali Imron: 222).
Maka, marilah kita membuka hati untuk selalu menyucikan diri dan menebar kebaikan. Menurunkan ego memang bukan perkara muda. Namun, akan lebih sulit lagi jika kesalahan dan kelalilaman kita pada sesama menjadi pemberat kita nanti di akhirat, menjadi cela negatif ketika timbangan amal dipamerkan. Nauzdzubillahi min dzalik. Wallahu a’lam bishshawab.

*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari
Sumber: Riyadus Shalihin dan Shahih Bukhori

0 komentar:

Memetik Keteladanan Rasulullah SAW dalam Persaudaraan

Juni 07, 2018 rengo dez 0 Comments


Oleh: KH. Fawaid Abdullah*
Rasulullah SAW itu sejak masa kecil selalu senang bersahabat dan berteman dengan siapa saja, tidak pernah sama sekali bermusuhan dengan siapa saja. Rasulullah selalu mengutamakan kemaslahatan dan tidak gegebah dalam melakukan sesuatu sehingga berdampak buruk bagi orang lain, karena persaudaraan adalah segalanya bagi beliau.
Beliau itu selalu menjaga hak mereka dengan sebaik-baiknya muamalah. Baginda Nabi sangat tidak suka mendengar ghibah (gosip/menggunjing) dan namimah (mengadu-domba), provookasi dan lain sebagainya. Beliau sangat melarang segala apapun yang dapat menyebabkan perselisihan dan putusnya pertemanan dan persaudaraan.
Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Nasa’i dari sahabat Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhahu, sesungguhnya Baginda Nabi SAW bersabda, “Allah telah menyayangi Abu Bakar dan menikahkanku dengan putrinya yaitu Siti Aisyah, membawaku ke kampung hijrah, membebaskan Bilal dengan harta bendanya. Hartanya (Abu Bakar) sangat bermanfaat sekali di dalam dakwah Islam”. Itulah betapa sangat berharga sekali persaudaraan dan persahabatan itu.


Baginda Nabi juga sangat cinta persatuan. Beliau sangat tidak suka akan pecah belah dan bercerai berai. Sebagaimana Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Sahabat Anas bin Malik RA, bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Jangan kalian memutuskan Silaturrahim (persahabatan, persaudaraan). Jangan saling membelakangi, jangan saling bermusuhan, dan jangan saling menghasud. Kalian adalah ummat yang bersaudara, tidak halal di antara kalian itu bermusuhan lebih dari tiga hari. Sebagaimana mereka kaum Muhajirin dan Anshor itu sungguh saling bersaudara (bahkan) melebihi dari saudara Nasab.
Abu Bakar bersaudara dengan Kharijah bin Zuhair, Jakfar bin Abi Thalib bersaudara dengan Mu’ad bin Jabal, Umar bin Khattab bersaudara dengan Utban bin Malik, Abdurrahman bin Auf bersaudara dengan Sa’d bin al Rabi’. Sampai-sampai di antara mereka saling mewaris di dalam urusan Harta benda”.
Meninjakkan kaki bersama sahabat di Madinah untuk membangun peradaban baru, Rasulullah malah mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshor agar saling tolong-menolong antar saudara dan menjalin persatuan umat Islam serta menjadi pondasi dasar membangun negara.
Kemudian turun Firman Allah Ta’ala yang berbunyi:
وَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْ بَعْدُ وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا مَعَكُمْ فَأُولَٰئِكَ مِنْكُمْ ۚ وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَىٰ بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. Al Anfal: 75).
Pentingnya persaudaraan di dalam Islam itu sampai diibaratkan seperti satu tubuh. Apabila satu bagian tubuh sakit maka ikut sakit bagian tubuh yang lain, bagaikan sakit panas dan demam. Itulah penting nya betapa persahabatan dan persaudaraan itu menjadi pondasi dan dasar pijakan dalam Islam sebagaimana dicontohkan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW.

*Santri Tebuireng 1989-1999, Ketua Umum IKAPETE Jawa Timur 2006-2009, saat ini sebagai Pengasuh Pesantren Roudlotut Tholibin Kombangan Bangkalan Madura.

0 komentar:

Setan Diborgol Saat Ramadan

Mei 28, 2018 rengo dez 0 Comments

Setan Diborgol Saat Ramadan



Bulan Ramadan adalah bulan penuh keberkahan, kemuliaan, dan keistimewaan. Pada bulan ini di mana pahala dari Allah itu dilipatgandakan. Sehingga wajar saja jika umat Muslim semakin berlomba-lomba dalam kebaikan. Setan-setan pun sedang dipenjara oleh Allah.  Akan tetapi dengan dasar pernyataan itu, banyak pertanyaan terlontar, seperti “kok masih saja ada kejahatan, ada kemaksiatan, dibulan yang suci ini?  Katanya setan-setan sedang break dari tugasnya?  Lalu siapa yang menggoda mereka?. 
Dijelaskan dalam kitab [Fath alBaari IV/114-115],
وقال القرطبي بعد أن رجح حمله على ظاهره فإن قيل كيف نرى الشرور والمعاصى واقعة في رمضان كثيرا فلو صفدت الشياطين لم يقع ذلك فالجواب أنها إنما تقل عن الصائمين الصوم الذي حوفظ على شروطه وروعيت ادابه أو المصفد بعض الشياطين وه…م المردة لاكلهم كما تقدم في بعض الروايات أو المقصود تقليل الشرور فيه وهذا أمر محسوس فإن وقوع ذلك فيه أقل من غيره اذلا يلزم من تصفيد جميعهم أن لا يقع شر ولا معصية لأن لذلك اسبابا غير الشياطين كالنفوس الخبيثة والعادات القبيحة والشياطين الإنسية وقال غيره في تصفيد الشياطين في رمضان إشارة إلى رفع عذر المكلف كأنه يقال له قد كفت الشياطين عنك فلا تعتل بهم في ترك الطاعة ولا فعل المعصية
Berkata al Qurthuby setelah mengunggulkan pernyataan hadis, “Pada bulan Ramadan pintu Neraka ditutup rapat dan pintu Surga dibuka selebar-lebarnya dan setan diborgol,” pada zhahirnya hadits. Bila ditanyakan, “Bagaimana kita masih banyak melihat kejelekan dan maksiat terjadi dibulan Ramadan bila memang setan telah di borgol?” Kejelekan tersebut menjadi jarang terjadi pada orang yang berpuasa dengan menjalankan semua syarat-syaratnya dan menjaga adab-adabnya.  Atau yang diborgol hanyalah sebagian setan tidak semuanya seperti keterangan disebagian riwayat terdahulu.
Atau yang dimaksud adalah sedikitnya kejelekan dibulan Ramadan, ini adalah hal nyata karena kejelekan dibulan Ramadan kenyataannya memang lebih sedikit dibanding dibulan-bulan lainnya dan bukan berarti apabila semua setan diborgol dibulan Ramadan sekalipun, tidak akan terjadi kejelekan dan kemaksiatan karena masih dimungkinkan kejelekan tersebut terjadi disebabkan oleh nafsu yang jelek atau setan dari setan sebangsa manusia.
Dan berkata ulama lainnya, “Pengertian setan dibelenggu dibulan Ramadan adalah tidak adanya lagi alasan seorang mukallaf, seolah-olah dikatakan: Telah tercegah setan dari menggodamu maka jangan beralasan dirimu karenanya saat meninggalkan ketaatan dan menjalani kemaksiatan.”
Jadi dapat disimpulkan bahwa terjadinya kejahatan atau kemaksiatan itu disebabkan oleh nafsu manusia sendiri. Yaitu bisa dikatakan setannya itu adalah sebangsa manusia itu sendiri.  Semoga kita termasuk orang-orang yang kuat iman, bukan tergolong manusia penggoda untuk mengajak kepada perbuatan jelek atau maksiat layaknya setan.

0 komentar:

BIDADARI ITU DIBAWA JIBRIL

Mei 22, 2018 rengo dez 0 Comments

BIDADARI ITU DIBAWA JIBRIL………………………………..Karangan Gus Mus

Sebelum jilbab populer seperti sekarang ini, Hindun sudah selalu memakai busana muslimah itu. Dia memang seorang muslimah taat dari keluarga taat. Meski mulai SD tidak belajar agama di madrasah, ketaatannya terhadap agama, seperti salat pada waktunya, puasa Senin-Kamis, salat Dhuha, dsb, tidak kalah dengan mereka yang dari kecil belajar agama. Apalagi setelah di perguruan tinggi. Ketika di perguruan tinggi dia justru seperti mendapat kesempatan lebih aktif lagi dalam kegiatan-kegiatan keagamaan.
Dalam soal syariat agama, seperti banyak kaum muslimin kota yang sedang semangat-semangatnya berislamria, sikapnya tegas. Misalnya bila dia melihat sesuatu yang menurut pemahamannya mungkar, dia tidak segan-segan menegur terang-terangan. Bila dia melihat kawan perempuannya yang muslimah–dia biasa memanggilnya ukhti–jilbabnya kurang rapat, misalnya, langsung dia akan menyemprotnya dengan lugas.
Dia pernah menegur dosennya yang dilihatnya sedang minum dengan memegang gelas tangan kiri, “Bapak kan muslim, mestinya bapak tahu soal tayammun;” katanya, “Nabi kita menganjurkan agar untuk melakukan sesuatu yang baik, menggunakan tangan kanan!” Dosen yang lain ditegur terang-terangan karena merokok. “Merokok itu salah satu senjata setan untuk menyengsarakan anak Adam di dunia dan akherat. Sebagai dosen, Bapak tidak pantas mencontohkan hal buruk seperti itu.” Dia juga pernah menegur terang-terangan dosennya yang memelihara anjing. “Bapak tahu enggak? Bapak kan muslim?! Anjing itu najis dan malaikat tidak mau datang ke rumah orang yang ada anjingnya!”
Di samping ketaatan dan kelugasannya, apabila bicara tentang Islam, Hindun selalu bersemangat. Apalagi bila sudah bicara soal kemungkaran dan kemaksiatan yang merajalela di Tanah Air yang menurutnya banyak dilakukan oleh orang-orang Islam, wah, dia akan berkobar-kobar bagaikan banteng luka. Apalagi bila melihat atau mendengar ada orang Islam melakukan perbuatan yang menurutnya tidak rasional, langsung dia mengecapnya sebagai klenik atau bahkan syirik yang harus diberantas. Dia pernah ikut mengoordinasi berbagai demonstrasi, seperti menuntut ditutupnya tempat-tempat yang disebutnya sebagai tempat-tempat maksiat; demonstrasi menentang sekolah yang melarang muridnya berjilbab; hingga demonstrasi menuntut diberlakukannya syariat Islam secara murni. Mungkin karena itulah, dia dijuluki kawan-kawannya si bidadari tangan besi. Dia tidak marah, tetapi juga tidak kelihatan senang dijuluki begitu. Yang penting menurutnya, orang Islam yang baik harus selalu menegakkan amar makruf nahi mungkar di mana pun berada. Harus membenci kaum yang ingkar dan menyeleweng dari rel agama.
Bagi Hindun, amar makruf nahi mungkar bukan saja merupakan bagian dari keimanan dan ketakwaan, tetapi juga bagian dari jihad fi sabilillah. Karena itu dia biarkan saja kawan-kawannya menjulukinya bidadari tangan besi.Ketika beberapa lama kemudian dia menjadi istri kawanku, Mas Danu, ketaatannya kian bertambah, tetapi kelugasan dan kebiasaannya menegur terang-terangan agak berkurang. Mungkin ini disebabkan karena Mas Danu orangnya juga taat, namun sabar dan lemah lembut. Mungkin dia sering melihat bagaimana Mas Danu, dengan kesabaran dan kelembutannya, justru lebih sering berhasil dalam melakukan amar makruf nahi mungkar. Banyak kawan mereka yang tadinya mursal, justru menjadi insaf dan baik oleh suaminya yang lembut itu. Bukan oleh dia.*
Sudah lama aku tidak mendengar kabar mereka, kabar Mas Danu dan Hindun. Dulu sering aku menerima telepon mereka. Sekadar silaturahmi. Saling bertanya kabar. Tetapi, kemudian sudah lama mereka tidak menelepon. Aku sendiri pernah juga beberapa kali menelepon ke rumah mereka, tapi selalu kalau tidak terdengar nada sibuk, ya, tidak ada yang mengangkat. Karena itu, ketika Mas Danu tiba-tiba menelepon, aku seperti mendapat kejutan yang menggembirakan.
Lama sekali kami berbincang-bincang di telepon, melepas kerinduan.Setelah saling tanya kabar masing-masing, Mas Danu bilang, “Mas, Sampeyan sudah dengar belum? Hindun sekarang punya syeikh baru lo?
“Syeikh baru?” tanyaku. Mas Danu memang suka berkelakar.”Ya, syeikh baru. Tahu, siapa? Sampeyan pasti enggak percaya.
“Siapa, mas?” tanyaku benar-benar ingin tahu.”Jibril, mas. Malaikat Jibril!””Jibril?” aku tak bisa menahan tertawaku.
Kadang-kadang sahabatku ini memang sulit dibedakan apakah sedang bercanda atau tidak.”Jangan ketawa! Ini serius!
“Wah. Katanya, bagaimana rupanya?” aku masih kurang percaya.”Dia tidak cerita rupanya, tetapi katanya, Jibril itu humoris seperti Sampeyan.
“Saya ngakak. Tetapi, di seberang sana, Mas Danu kelihatannya benar-benar serius, jadi kutahan-tahan juga tawaku. “Bagaimana ceritanya, mas?
“Ya, mula-mula dia ikut grup pengajian. Kan di tempat kami sekarang lagi musim grup-grup pengajian. Ada pengajian eksekutif; pengajian seniman; pengajian pensiunan; dan entah apa lagi. Nah, lama-lama gurunya itu didatangi malaikat Jibril dan sekarang malaikat Jibril itulah yang langsung mengajarkan ajaran-ajaran dari langit. Sedangkan gurunya itu hanya dipinjam mulutnya.
“Bagaimana mereka tahu bahwa yang datang itu malaikat Jibril?””Lo, malaikat Jibrilnya sendiri yang mengatakan. Kepada jemaahnya, gurunya itu, maksud saya malaikat Jibril itu, menunjukkan bukti berupa fenomena-fenomena alam yang ajaib yang tidak mungkin bisa dilakukan oleh manusia.
“Ya, tetapi jin dan setan kan bisa melakukan hal seperti itu, mas!” selaku, “Kan ada cerita, dahulu Syeikh Abdul Qadir Jailani, sufi yang termasyhur itu, pernah digoda iblis yang menyamar sebagai Tuhan berbentuk cahaya yang terang benderang. Konon, sebelumnya, Iblis sudah berhasil menjerumuskan 40 sufi dengan cara itu. Tetapi, karena keimanannya yang tebal, Syeikh Abdul Qadir bisa mengenalinya dan segera mengusirnya.
“Tak tahulah, mas. Yang jelas jemaahnya banyak orang pintarnya lo.”Wah.”Ketika percakapan akhirnya disudahi dengan janji dari Mas Danu dia akan terus menelepon bila sempat, aku masih tertegun.
Aku membayangkan sang bidadari bertangan besi yang begitu tegar ingin memurnikan agama itu kini “hanya” menjadi pengikut sebuah aliran yang menurut banyak orang tidak rasional dan bahkan berbau klenik. Allah Mahakuasa! Dialah yang kuasa menggerakkan hati dan pikiran orang.
Beberapa minggu kemudian aku mendapat telepon lagi dari sahabatku Mas Danu. Kali ini, dia bercerita tentang istrinya dengan nada seperti khawatir.
“Wah, mas; Hindun baru saja membakar diri. “Apa, mas?” aku terkejut setengah mati, “membakar diri bagaimana?
“Gurunya yang mengaku titisan Jibril itu mengajak jemaahnya untuk membersihkan diri dari kekotoran-kekotoran dosa. Mereka menyiram diri mereka dengan spritus kemudian membakarnya.
“Hei,” aku ternganga. Dalam hati aku khawatir juga, soalnya aku pernah mendengar di luar negeri pernah terjadi jemaah yang diajak guru mereka bunuh diri.
“Yang lucu, mas,” suara Mas Danu terdengar lagi melanjutkan, “gurunya itu yang paling banyak terbakar bagian-bagian tubuhnya. Berarti kan dia yang paling banyak dosanya ya, mas?!
“Aku mengangguk, lupa bahwa kami sedang bicara via telepon.”Doakan sajalah mas!” kata sahabatku di seberang menutup pembicaraan.
Beberapa hari kemudian Mas Danu menelepon lagi, menceritakan bahwa istrinya kini jarang pulang. Katanya ada tugas dari Syeikh Jibril yang mengharuskan jemaahnya berkumpul di suatu tempat. Tugas berat, tetapi suci. Memperbaiki dunia yang sudah rusak ini.
“Pernah pulang sebentar, mas” kata Mas Danu di telepon, “dan Sampeyan tahu apa yang dibawanya? Dia pulang sambil memeluk anjing. Entah dapat dari mana?”***Setelah itu, Mas Danu tidak pernah menelepon lagi. Aku mencoba menghubunginya juga tidak pernah berhasil. Baru hari ini. Tak ada hujan tak ada angin, aku menerima pesan di HP-ku, SMS, isinya singkat: “Mas, Hindun sekarang sudah keluar dari Islam. Dia sudah tak berjilbab, tak salat, tak puasa. (Danu).
“Aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Mas Danu saat menulis SMS itu. Aku sendiri yang menerima pesan itu, tidak bisa menggambarkan perasaanku sendiri. Hanya dari mulutku meluncur saja ucapan masya Allah.
***Rembang, Akhir Ramadan 1423

0 komentar:

Pancasila dan Al-Qur’an Bertentangan Kah?

Mei 20, 2018 rengo dez 0 Comments

Pancasila dan Al-Qur’an Bertentangan Kah?

Sebelum kita menyimpulkannya, mari kita lihat sejarah lahirnya Pancasila yang kebanyakan menjadi kontroversi diberbagai kalangan “Muslim non Pancasila” ataupun “Pancasilawan non Islam”. Semoga bisa meluruskan keadaan.

Kelahiran Dan Evolusi Pancasila

Menurut rujukan Wikipedia Indonesia, lahirnya Pancasila adalah judul pidato yang disampaikan oleh Ir. Soekarno dalam siding Dokuritsu Junbi Cosakai (bahasa Indonesia: “Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan” atau BPUPK) pada tanggal 1 Juni 1945. Jadi disini istilah “Pancasila” mulai diperkenalkan yang kelak akan menjadi brand ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam pidato inilah konsep dan rumusan awal “Pancasila” pertama kali dikemukakan oleh Ir. Soekarno sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Pidato ini pada awalnya disampaikan oleh Soekarno secara aklamasi tanpa judul dan baru mendapat sebutan “Lahirnya Pancasila” oleh mantan Ketua BPUPK Dr. Radjiman Wedyodiningrat dalam kata pengantar buku yang berisi pidato yang kemudian dibukukan oleh BPUPK tersebut.
Selanjutnya, sejarah Pancasila pun menunjukkan kalau niai-nilai atau sila-sila Pancasila hari ini semula adalah sila-sila Pancasila yang tercantum di Piagam Jakarta. Hanya sila ke-1 saja yang sedikit berbeda dengan menghilangkan kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya“. Sisanya sama persis.

Teks Pancasila awalnya muncul sebagai usulan Mr. Muh. Yamin yang dirilis tanggal 29 Mei 1945, pada saat rapat pertama yang diadakan di gedung Chuo Sangi In di Jalan Pejambon 6 Jakarta yang kini dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila. Pada zaman Belanda, gedung tersebut merupakan gedung Volksraad (bahasa Indonesia: “Perwakilan Rakyat”). Teks Pancasila selanjutnya adalah teks Ir. Soekarno yang dirilis tanggal 1 Juni 1945, kemudian teks Pancasila Piagam Jakarta yang dirilis tanggal 22 Juni 1945 dan akhirnya menjadi teks Pancasila UUD 1945 yang dirilis sehari setelah Kemerdekaan RI yaitu tanggal 18 Agustus 1945.



Evolusi Teks Pancasila Dan Tanggal Publikasinya
Jadi kapan sebenarnya Pancasila lahir? Silahkan Anda simpulkan sendiri. “Pancasila” disebutkan dan kemudian didokumentasikan yaitu 1 Juni 1945, sedangkan nilai-nilainya yang kemudian dirangkum menjadi sila-sila Pancasila sejatinya adalah nilai-nilai universal yang sudah tercantum dengan jelas di kitab suci Al-Qur’an, atau sekitar 15 abad sebelumnya.



Pancasila Bersumber dari Al Qur’an

Nah, sekarang mari kita bedah sila demi sila dari Pancasila yang tercantum di UUD 1945 yang dirilis 18 Agustus 1945 .



Sila Pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”

Sila pertama ini sangat jelas kalau itu merupakan pernyataan Tauhid, mengakui eksistensi Tuhan Yang maha Esa, bukan ketuhanan yang banyak. Surat ke-112 Al Qur’an yaitu Al-Ikhlas menegaskan prinsip dasar ketuhanan Agama Islam yaitu Tauhid.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللَّهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ ﴿٤﴾

Artinya : “(1) Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. (2) Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (3) Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, (4) dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." (QS Al Ikhlas 112:1-4)


Tak perlu penafsiran yang rumit untuk memahami ayat ini sebagai prinsip dasar ajaran agama Islam dan agama Abrahamik yaitu Tauhid. Kalau ada yang merasa tersinggung dengan surat Al Ikhlas ini maka harus dipertanyakan komitmennya sebagai warga negara Indonesia dimana sila pertamanya adalah “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai ekspresi tauhid yang menjadi ekspresi ideologis NKRI.

Menurut Qurais Shihab mengenai tafsir ayat pertama,  Nabi Muhammad SAW. pernah ditanya tentang Tuhannya. Maka, dalam surat ini, beliau diperintah untuk menjawab pertanyaan itu. Yaitu, bahwa Allah adalah Tuhan Yang memiliki segala sifat kesempurnaan, Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan tempat kembali dalam setiap kebutuhan, Tuhan Yang tidak membutuhkan kepada siapa pun, Tuhan Yang Mahasuci dari sifat serupa dengan makhluk, Tuhan Yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan Tuhan yang tidak satu makhluk pun dapat menyerupai-Nya. Mereka yang, dengan nada mengolok dan menghina, berkata, “Gambarkan kepada kami tentang Tuhanmu,” katakan kepada mereka, wahai Muhammad, “Allah adalah Tuhan Yang Esa, bukan selain Dia, dan tidak ada sekutu bagi-Nya. (Tafsirq.com)



Sila Kedua “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالأقْرَبِينَ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلا تَتَّبِعُوا الْهَوَى أَنْ تَعْدِلُوا وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا (١٣٥)

“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakanQ.S. Annisa (4:135)


Menurut tafsir Qurais Shihab seperti dikutip di situs Tafsirq.com, Keadilan adalah sistem kehidupan yang tidak dipertentangkan lagi. Dari itu, wahai orang-orang yang patuh dan tunduk kepada Allah dan seruan rasul-Nya, biasakanlah dirimu dan orang lain dalam upaya mematuhi prinsip keadilan untuk selalu tunduk kepada keadilan. Berbuat adillah terhadap orang-orang yang teraniaya. Jadilah kalian semua penegak keadilan, bukan karena menyukai orang kaya atau mengasihi orang miskin. Karena Allahlah yang menjadikan seseorang kaya dan miskin, dan Dia lebih tahu kemaslahatannya. Sesungguhnya hawa nafsu itu telah menyimpang dari kebenaran, maka janganlah kalian mengikutinya, supaya kalian dapat berlaku adil. Jika kalian bepaling atau enggan menegakkan keadilan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan dan akan memberi balasannya. Yang baik akan dibalas dengan kebaikan dan yang buruk akan dibalas dengan keburukan pula.

Sila Ketiga “Persatuan Indonesia”

Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan ratusan suku bangsa yang berserak dari Sabang sampai Merauke. Karena itu, para founding father menetapkan “Persatuan Indonesia” sebagai sila ketiga setelah Ketuhanan, Kemananusiaan dengan asas keadilan universal.

Pentingnya persatuan disebutkan Al Qur’an dengan jelas dalam surat Al Hujurat ayat 13:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al-Hujurat : 13)

Ayat ini turun di suku bangsa Arab yang terpecah-pecah menjadi banyak suku dan kabilah, seperti halnya Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dengan suku bangsa dan bahasa yang beraneka atau Bhinneka tapi mempunyai satu tujuan bersama sehingga moto negara adalah Bhinneka Tunggal Ika atau Unity in Diversity, Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuno dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi tetap satu”.

Sila Keempat “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan / Perwakilan”

Sila keempat ini menjadi pilar Demokrasi Pancasila yang merujuk pada prinsip dasar masyarakat untuk bermusyawarah dan mufakat. Al Qur’an menyinggung hal ini di surat Asy Syura.

وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (Q.S. As-Syura : 38)


Ayat ini menegaskan pentingnya asas demokrasi ditegakkan. Jadi suatu masyarakat atau suatu bangsa hendaknya tidak bertindak sendiri dan tergesa-gesa dalam masalah yang terkait orang banyak. Oleh karena itu, apabila mereka ingin melakukan suatu perkara yang butuh pemikiran dan ide, maka mereka berkumpul dan mengkaji bersama-sama, sehingga ketika sudah jelas maslahatnya, maka mereka segera melakukannya. Misalnya adalah dalam masalah perang dan jihad, masalah pengangkatan pemimpin, mengangkat pegawai pemerintahan atau yang menjadi hakim, demikian pula membahas masalah-masalah agama secara umum, karena ia termasuk masalah yang terkait antara sesama, dan membahasnya agar jelas yang benar yang dicintai Allah. Seperti nafkah yang wajib, misalnya zakat, menafkahi anak-istri dan kerabat, dsb. Sedangkan nafkah yang sunat seperti bersedekah kepada semua manusia. (Tafsirq surat Asy Syura ayat 38).


Sila Kelima “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”

Keadilan merupakan prinsip dasar kehidupan, keadilan adalah juga keseimbangan, siapa yang tidak berbuat adil maka ia akan memunculkan ketidakseimbangan. Adil secara harfiah artinya menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan hak kepada masing-masing yang mempunyai hak. Adil yang dinyatakan sebagai sila kelima adalah adil yang mencakup hak individual maupun hak bagi masyarakat.

Keadilan sosial menyangkut kesejahteraan masyarakat banyak. Seperti disinggung diatas, keadilan sosial merupakan kontinuitas dari suatu musyawarah bersama yang akhirnya diharapkan memunculkan tindakan adil bagi seluruh Rakyat Indonesia bukan bagi segelintir orang atau oknum semata.

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran." (Q.S. An Nahl 90)


Menurut Quraish Shihab mengenai tafsir ayat diatas, Allah memerintahkan para hamba-Nya untuk berlaku adil dalam setiap perkataan dan perbuatan. Allah menyuruh mereka untuk selalu berusaha menuju yang lebih baik dalam setiap usaha dan mengutamakan yang terbaik dari lainnya. Allah memerintahkan mereka untuk memberikan apa yang dibutuhkan oleh para kerabat sebagai cara untuk memperkokoh ikatan kasih sayang antar keluarga. Allah melarang mereka berbuat dosa, lebih-lebih dosa yang amat buruk dan segala perbuatan yang tidak dibenarkan oleh syariat dan akal sehat. Allah melarang mereka menyakiti orang lain. Dengan perintah dan larangan itu, Allah bermaksud membimbing kalian menuju kemaslahatan dalam setiap aspek kehidupan, agar kalian selalu ingat karunia-Nya dan menaati firman-firman-Nya.



Jadi jelas, bagi mereka mempertentangkan Islam dan Pancasila, mereka adalah buta sejarah dan tidak paham Pancasila bahkan mungkin justru anti Pancasila dan anti NKRI. Demikian juga dari kalangan Islam yang mengira Pancasila merupakan ideologi kafir menjadi salah besar karena sila-sila Pancasila dan kandungan Al Quran itu selaras dan sejatinya jelas sekali Pancasila sebagai ideologi negara adalah bersumber Al Qur’an.


0 komentar:

Home Ads

Ceramah Inspiratif